Mohon tunggu...
Septian Murival
Septian Murival Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja

Mendengar musik, membaca. Jika alam mengijinkan diakhiri dengan belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mengadu

24 Februari 2024   14:45 Diperbarui: 24 Februari 2024   14:49 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini tentang ia dan orang yang dia cinta

Tak ada satu orang pun tahu, persis kisahnya

Hanya beberapa benda bisu yang usang

Selebihnya tanaman liar yang tak berlidah

Yang tumbuh didalam hidupnya

Sebagai saksi yang selalu dibawa-bawa


Ke ruang persidangan dipalung jiwa

Tak ada yang membela

Bahkan nuraninya sendiri

Hari ini ia pergi

Hari ini lebih tepatnya, ia pergi lagi

Tak pernah ke danau

Atau pula kegunung

Selalu, bahkan hampir selalu

Ia kedermaga

Ia mau mengadu pada laut, pada jingga, pada senja

Dan pada tiap-tiap benda yang hanyut dibibir samudera

Sudikah botol kosong itu menghiburnya?

Kali ini laut mengirimnya sebuah pesan yang kuat

Sebuah tanda balasan akan kesedihannya

Sebuah badai yang datang tiba-tiba

Mengusir gerombolan manusia cengeng dari pesisir

Menggoyangkan kapal-kapal

Membuyarkan segala tawa dan duduk santai

Meluluhlantakkan lamunan-lamunan kotor

Menghitamkan warna-warna

Tak ada yang indah hari ini,

Ia masih disana, sampai badai usai

Ia tak pernah lari

Ia hanya ingin tenang dan sendiri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun