Mohon tunggu...
Santi Septiani
Santi Septiani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Di setiap kata yang tertulis, terbentang dunia yang tak terhingga

Seorang perempuan yang sedang berusaha menciptakan jejak bermakna dalam perjalanan hidupnya menuju impian sebagai seorang guru Bahasa Indonesia yang mampu memberi inspirasi dan wawasan untuk banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perjalanan Aruna

10 Januari 2025   08:24 Diperbarui: 10 Januari 2025   08:24 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            Suatu malam, setelah pulang dari kerja, Aruna duduk termenung di meja belajar. Di hadapannya terbentang tumpukan buku kuliah yang harus ia selesaikan. Namun, pikirannya melayang. Ia mengingat obrolan dengan kakaknya tadi siang yang penuh keluhan soal keuangan. Maya bahkan sempat menangis, merasa dirinya gagal sebagai ibu dan kakak tertua. Aruna ingin menenangkan Maya, namun ia tahu kata-kata saja tak cukup.

            "Kenapa harus begini?", gumam Aruna, tangannya mengusap wajahnya. Rasanya tak adil. Ia hanya ingin membantu keluarganya, tetapi jalannya terasa begitu panjang dan melelahkan. Dalam beberapa kesempatan, Aruna sempat berpikir untuk berhenti kuliah. Jika ia fokus bekerja, mungkin ia bisa lebih banyak membantu keluarganya. Tapi, di sisi lain, ia tahu bahwa pendidikan adalah satu-satunya jalan untuk masa depan yang lebih baik, baik untuk dirinya maupun keluarganya.

            Konflik batin ini kerap membuat Aruna merasa terjebak. Pagi hari ia berusaha keras mengatur waktunya antara pekerjaan dan kuliah, sementara malamnya ia merasakan kelelahan yang tak hanya fisik, tetapi juga emosional. Apalagi, melihat ibunya yang semakin tua dan kedua kakaknya yang juga berjuang keras untuk bertahan hidup, membuat beban di hati Aruna semakin berat.

            Suatu malam, saat ibunya duduk di ruang tamu, Aruna memberanikan diri untuk membuka percakapan. "Bu, aku merasa... mungkin aku nggak bisa bantu banyak sekarang," katanya perlahan. "Tapi aku benar-benar ingin suatu hari nanti kita semua bisa lebih tenang, nggak perlu khawatir soal uang."

            Sang ibu hanya tersenyum kecil mendengar ucapan anak bungsunya tersebut, meski lelah tampak di wajahnya. "Nak, kamu sudah berusaha yang terbaik. Ibu tahu kamu juga capek. Tapi jangan menyerah. Apa yang kamu lakukan sekarang itu penting, bukan hanya buat kamu, tapi juga buat kita semua."

            Kata-kata ibunya menenangkan Aruna, meski tak sepenuhnya menghilangkan keraguannya. Ia tahu jalan yang ia pilih memang tak mudah, dan ada hari-hari di mana ia merasa tak sanggup lagi. Namun, ia juga paham bahwa setiap langkah yang diambil akan membawanya lebih dekat pada impian yang selama ini ia kejar, menjadi seseorang yang tak hanya berhasil untuk dirinya sendiri, tapi juga mampu membantu keluarganya keluar dari keterpurukan.

            Aruna menghela napas panjang, lalu membuka buku kuliahnya kembali. Ia tahu, ini bukan akhir dari perjalanannya, dan ia harus terus melangkah, meskipun sesekali ia merasa tersesat di tengah jalan. Dalam hatinya, Aruna berjanji untuk tetap bertahan, karena ia yakin, apa pun yang ia hadapi sekarang hanyalah bagian dari proses menuju masa depan yang lebih baik.

                                                                                                                                      ***

            Malam-malam Aruna kini mulai dipenuhi dengan sujud panjang di atas sajadahnya. Dalam kesunyian kamar dan remang lampu tidurnya, ia menangis sejadi-jadinya. Di saat beban hidup terasa tak tertanggungkan, hanya kepada Tuhannya ia mampu mengadu. Setiap kali kepedihan meresap, setiap kali kebimbangan datang, Aruna memanjatkan doa-doanya dengan hati yang tulus. Ia sadar, di tengah keterbatasannya sebagai manusia, satu-satunya tempat ia menemukan ketenangan adalah dalam dekapan Sang Pemilik Jiwa.

            Aruna sering bertanya dalam doanya, mengapa hidupnya penuh dengan ujian. Mengapa ia harus merasakan lelahnya hidup yang luar biasa, dan mengapa keluarganya terus dihantam kesulitan. Namun, di balik semua pertanyaan itu, ia juga menyadari bahwa setiap cobaan adalah bentuk cinta Allah kepadanya. Keyakinan ini yang membuatnya terus bertahan, meski air mata kerap mengalir tanpa bisa ia hentikan.

            Dalam pencariannya akan ketenangan, Aruna mulai mendalami ilmu agama. Setiap kali ada waktu luang, ia belajar tentang Islam lebih dalam, mendengarkan ceramah, dan membaca buku-buku motivasi yang bisa memperkuat pondasi imannya. Ia tahu, untuk mampu menghadapi semua cobaan ini, bukan hanya kekuatan fisik dan mental yang dibutuhkan, tetapi juga kekuatan iman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun