Ada masa di mana Aruna mencoba membagi hatinya kepada seorang pria yang ia pikir bisa menjadi pelengkap hidupnya. Namanya Raka, pria baik hati yang bekerja di bidang kreatif, mengerti impian-impian Aruna, dan mendukung setiap langkahnya. Namun, di tengah perjalanan, Aruna mulai merasakan ketidakcocokan. Raka menginginkan hubungan yang lebih serius, sementara Aruna masih bergulat dengan mimpinya yang belum tercapai.
      Pertengkaran demi pertengkaran membuat mereka perlahan menjauh. Di satu sisi, Aruna sadar bahwa dirinya sulit untuk memberikan perhatian penuh pada Raka, karena pikirannya selalu terpaut pada tanggung jawab bekerja dan kuliah. Di sisi lain, Raka mulai meragukan arah hubungan mereka. Pada akhirnya, mereka berdua sepakat untuk berpisah, meskipun perpisahan itu meninggalkan luka di hati Aruna.
      Cinta kedua datang saat Aruna berusia 28 tahun. Kali ini, sosok yang muncul adalah Bayu, pria yang dewasa dan penuh perhatian. Bayu memahami kesulitan yang Aruna alami, dan tidak pernah menuntut lebih dari apa yang bisa Aruna berikan. Namun, di tengah kedekatan mereka, Aruna selalu merasakan ketidaknyamanan. Ia mulai sadar bahwa setiap kali menjalin hubungan, ia selalu dihantui oleh rasa takut. Takut akan ketergantungan, takut kehilangan fokus, dan pada akhirnya, takut kecewa.
      Ketika hubungan dengan Bayu pun berakhir tanpa alasan yang jelas, Aruna mulai bertanya pada dirinya sendiri. Mungkin selama ini, ia belum siap untuk membiarkan seseorang hadir dalam hidupnya secara utuh. Aruna mulai menerima bahwa meskipun cinta bisa hadir kapan saja, itu tidak selalu berarti ia harus memprioritaskannya.
      Akhirnya, setelah kegagalan cintanya yang ketiga, Aruna memilih untuk berdamai dengan dirinya sendiri. Ia memutuskan untuk berhenti mencari cinta dan fokus pada hal-hal yang benar-benar ia butuhkan adalah pendidikan dan kebebasan. Kini, hatinya tak lagi tertambat pada harapan akan cinta yang sempurna, melainkan pada mimpinya untuk meraih pendidikan tinggi.
      Setiap pagi, Aruna bangun dengan semangat baru. Ia bekerja keras untuk mendukung studinya dan memenuhi mimpinya yang telah lama tertunda. Dalam kesendiriannya, Aruna menemukan kekuatan yang selama ini ia cari. Kesendirian bukan lagi menjadi sesuatu yang menakutkan, melainkan tempat ia merasa bebas dan fokus. Ia tak lagi melihatnya sebagai kegagalan, tetapi sebagai pilihan yang ia buat demi masa depannya.
      Aruna mungkin masih merasakan perih setiap kali mengingat kisah cinta yang berujung sia-sia. Namun, ia yakin bahwa segala yang terjadi adalah bagian dari takdir yang mengarahkan langkahnya ke jalan yang lebih baik. Kini, Aruna melangkah dengan tenang, membawa harapan baru bahwa cinta sejati tidak selalu harus hadir dalam wujud seseorang. Cinta bisa datang dalam bentuk pencapaian, impian, dan keberanian untuk bertahan menghadapi tantangan hidup. Dan di tengah perjuangannya, Aruna menemukan cinta terbesar, yakni cinta pada dirinya sendiri, yang membantunya menjadi lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih siap menghadapi apa pun yang akan datang di masa depan.
                                                                     ***
      Hari-hari Aruna kini semakin padat. Kuliah dan pekerjaannya tak henti menyita waktu dan tenaganya. Meski di luar ia tampak tegar, dalam hatinya yang terdalam, Aruna kerap merasa lelah. Ada saat-saat ketika ia bertanya pada dirinya sendiri, apakah semua ini sepadan? Terkadang ia pulang ke rumah dengan tubuh lelah, hanya untuk dihadapkan pada masalah keluarga yang tak kunjung selesai.
      Di rumah, kedua kakak perempuannya, Maya dan Dinda, juga menghadapi kesulitan. Maya bekerja serabutan dan kesulitan memenuhi kebutuhan keluarganya, sementara Dinda yang baru bercerai, harus merawat anaknya seorang diri. Aruna sering merasa bersalah karena tak bisa lebih banyak membantu mereka. Ia tahu, kondisi ekonomi keluarganya belum membaik sejak ayah mereka tiada. Meski sudah berusaha keras, ibunya juga semakin tua dan tak bisa bekerja seperti dulu.
      Setiap kali melihat kondisi keluarganya, hati Aruna semakin terasa berat. Ada keinginan kuat dalam dirinya untuk menjadi seseorang yang mampu memperbaiki keadaan, membantu ibu dan kedua kakaknya. Namun, di saat yang sama, ia tahu bahwa untuk mencapai itu, ia harus menyelesaikan pendidikannya terlebih dahulu. Pilihan ini sering membuatnya terjebak dalam dilema.