Malam itu, suasana di rumah Bu Lola terasa sunyi. Ia duduk di ruang tamu yang sederhana, dengan cahaya lampu yang redup, ia menatap keluar jendela. Langit malam tampak gelap pekat tanpa bintang, seakan mencerminkan perasaannya yang penuh kebingungan. Suara detik jam di dinding terdengar samar, menghitung waktu yang terus berjalan tanpa henti, sementara pikirannya berputar mengingat masa-masa yang sudah terlewati.
Di depannya, secangkir teh hangat hampir tak tersentuh. Ia memejamkan mata sejenak, mengingat kembali momen ketika ia memutuskan untuk menjadi guru, jiwanya bergelora masih penuh dengan semangat, yakin bahwa ia mampu menginspirasi dan berkontribusi untuk membentuk karakter generasi muda. Namun sekarang, entah bagaimana, semangat itu perlahan terasa hambar, seperti kabut yang perlahan memudar. Ia merasa hampa, tanpa tujuan yang jelas, dan selama beberapa purnama ia membiarkan rutinitasnya berjalan tanpa makna.
Tetiba saja Bu Lola merasakan sesuatu menyelinap ke dalam hatinya. Rasa bersalah pun muncul, membayangi segala kemalasan dan ketidakpedulian yang selama ini ia tunjukkan pada murid-muridnya. Tatapannya fokus pada rak yang terdapat tumpukan buku materi pelajaran yang lama tak tersentuh. Ia rindu dengan semangat yang pernah ia miliki.
Keesokan paginya, suasana di rumah Bu Lola berubah. Matahari pagi masuk melalui celah tirai, menciptakan suasana yang lebih cerah di ruang tamu yang semalam tampak muram. Bu Lola bangun lebih awal, setelah memenuhi kebutuhan rohaninya, ia kemudian menyibukkan diri menyiapkan materi pelajaran, merasakan sedikit percikan semangat yang lama hilang. Ketika ia sampai di sekolah, ada tekad yang baru dalam dirinya. Tanpa ragu, ia masuk kelas dengan senyuman tulus yang seolah mengatakan pada murid-muridnya bahwa hari ini, sesuatu telah berubah.
Dengan senyuman lembut, Bu Lola melangkah ke depan kelas dan menatap murid-muridnya satu per satu. Ada rasa canggung di wajah mereka, karena tak biasa melihat Bu Lola begitu serius dan bersemangat. Namun, ia tetap melanjutkan, suaranya terdengar lebih tegas daripada biasanya.
“Baiklah, anak-anak. Mulai hari ini, kita akan belajar dengan cara yang berbeda, ya.” Ia berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam. “Ibu ingin kalian benar-benar memahami materi pelajaran yang Ibu sampaikan, bukan sekadar menghafal, tapi harus memahami. Kita tidak akan lagi hanya duduk diam dan menunggu waktu berlalu, kita akan belajar bersama dan berdiskusi.”
Bu Lola merasakan energi baru yang mengalir dalam dirinya. Ia menatap murid-muridnya dengan sorot mata yang penuh harap. “Ibu sangat menyadari, selama ini mungkin Ibu belum menjadi guru yang baik untuk kalian, bahkan banyak sekali kekurangan yang ada dalam diri Ibu. Mungkin Ibu sudah mengecewakan kalian dengan sikap Ibu yang tidak serius dalam mengajar. Tapi, sekarang Ibu ingin ada sesuatu yang berbeda, kita sama-sama belajar untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya, ya. Ibu ingin kalian tahu bahwa kalian adalah prioritas Ibu saat ini. Masa depan kalian adalah hal yang paling penting. Mulai sekarang, Ibu akan berusaha lebih keras untuk membantu kalian meraih mimpi.”
Suasana kelas hening, murid-murid terkejut mendengar pernyataan Bu Lola.
“Jadi, mari kita mulai babak baru ini dengan semangat yang baru. Ibu butuh kerja sama kalian. Ibu ingin kita saling belajar, saling membantu, dan Ibu akan ada di sini untuk kalian, bukan hanya sebagai guru, tapi sebagai seseorang yang peduli pada masa depan kalian.”
Ia mengakhiri dengan senyum, dan perlahan, para siswa mulai membalas dengan anggukan penuh harap.
Setelah mendengar pernyataan Bu Lola, suasana kelas terasa berbeda. Beberapa siswa menatapnya dengan mata berbinar, seolah baru pertama kali melihat sosok guru yang berani mengakui kesalahannya. Mereka duduk lebih tegak di bangku mereka, memperlihatkan semangat baru yang perlahan tumbuh. Ada yang tersenyum kecil, merasa bahwa perubahan Bu Lola adalah kesempatan bagi mereka untuk benar-benar belajar dan berkembang. Bahkan, Lani si paling kritis yang duduk paling depan berbisik pada temannya, “Kayaknya Bu Lola beneran berubah deh. Aku jadi semangat nih kalau gini terus.”