Mohon tunggu...
Septian Ananggadipa
Septian Ananggadipa Mohon Tunggu... Auditor - So let man observed from what he created

Pejalan kaki (septianangga7@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Tantangan Investasi Hijau, Pembuka Jalan Indonesia Menjadi Negara Maju?

25 Juli 2022   13:37 Diperbarui: 26 Juli 2022   18:46 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun di sisi lain, perlu diketahui bahwa hingga saat ini Indonesia adalah produsen batu bara terbesar ketiga di dunia, selain itu negeri kita juga masih menjadi net importir minyak bumi yang cukup tinggi.

Tentu konsep investasi hijau ini menjadi tantangan besar bagi Indonesia.

Kini transisi menuju energi hijau menjadi salah satu isu prioritas dalam gelaran Group of Twenty (G20) yang akan diselenggarakan di Indonesia tahun ini. Sehingga perkembangan isu ini akan sangat menarik untuk dicermati.

Lantas, apa sih investasi hijau itu? bagaimana Indonesia bisa menerapkan konsep ini?

Mengenal Investasi Hijau

Secara sederhana, investasi hijau merupakan investasi yang berfokus pada aspek-aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (Environmental, Social, and Governance / ESG) yang tujuannya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Karena memiliki dampak pada perekonomian jangka panjang, isu ini menjadi sangat populer terutama di negara-negara maju. Apalagi tentu didukung dengan kesiapan teknologi yang sudah banyak dikuasai oleh negara berdaya.

Sedangkan bagi negara berkembang, salah satunya Indonesia, yang mayoritas masih mengandalkan batu bara, minyak bumi, gas alam, dan sawit, tuntutan perubahan ke EBT tentu bukan hal yang sepele.

Batu bara dan minyak bumi selama ini paling banyak disorot karena dampak buruk pertambangan dan emisi karbon yang dinilai "merusak" kualitas tanah, air, dan lingkungan. Realitanya, tidak hanya Indonesia, sebagian besar negara di dunia masih sangat bergantung pada komoditas ini.

Sumber energi EBT seperti pembangkit listrik tenaga surya, air, atau angin, memang lebih ramah lingkungan, tapi tentu memerlukan investasi infrastruktur yang tidak mudah. Belum lagi biaya distribusi, pengelolaan, dan kesiapan kapabilitas sumber daya manusia. Mahal.

Bagi negara berkembang yang anggaran saja pas-pasan, lantas uangnya dari mana?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun