Untuk itulah ada konsep investasi hijau. Sehingga negara maupun perusahaan dapat melakukan project-project yang berorientasi hijau atau ESG, serta mendapatkan atau pembiayaan atau pendanaan dari berbagai pihak yang tentu juga memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan.
Belum lagi jika berbicara ESG secara lebih luas, ada kebutuhan untuk meningkatkan kualitas dan manajemen pengelolaan hutan, limbah industri, dan ketahanan pangan. Itu juga membutuhkan dana dan teknologi yang tidak sederhana.
Itulah mengapa investasi hijau ini sangat penting bagi Indonesia.
Tentu kita tidak ingin masa depan kita mau terus bergantung pada penggalian bumi, hutan yang rusak, atau limbah yang asal-asalan, bukan begitu?
Dilema Indonesia
Sebagai negara penghasil komoditas seperti batu bara, minyak bumi, dan sawit, Indonesia berada di posisi yang dilematis.
Di satu sisi, industri dan manufaktur di negara kita sedang mulai melaju kencang seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Semua itu tentu tidak lepas dari kebutuhan tenaga listrik.
Bahkan meningkatnya konsumsi rumah tangga dan perkantoran juga mendorong kebutuhan listrik yang lebih besar.
Padahal mayoritas sumber tenaga listrik kita masih berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan batu bara. Berdasarkan data Kementerian ESDM, lebih dari 60% produksi listrik Indonesia masih ditenagai oleh batu bara.
Di saat ekonomi dan industri Indonesia sedang mulai berlari, kita tiba-tiba diminta untuk merubah sumber tenaga listrik. Butuh biaya besar dan teknologi canggih. Tentu jika tidak dilakukan dengan tepat, bisa-bisa laju negara kita justru tergelincir.
Kondisi ini tentu disadari pemerintah.