Namun di sisi lain, perlu diketahui bahwa hingga saat ini Indonesia adalah produsen batu bara terbesar ketiga di dunia, selain itu negeri kita juga masih menjadi net importir minyak bumi yang cukup tinggi.
Tentu konsep investasi hijau ini menjadi tantangan besar bagi Indonesia.
Kini transisi menuju energi hijau menjadi salah satu isu prioritas dalam gelaran Group of Twenty (G20) yang akan diselenggarakan di Indonesia tahun ini. Sehingga perkembangan isu ini akan sangat menarik untuk dicermati.
Lantas, apa sih investasi hijau itu? bagaimana Indonesia bisa menerapkan konsep ini?
Mengenal Investasi Hijau
Secara sederhana, investasi hijau merupakan investasi yang berfokus pada aspek-aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (Environmental, Social, and Governance / ESG) yang tujuannya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Karena memiliki dampak pada perekonomian jangka panjang, isu ini menjadi sangat populer terutama di negara-negara maju. Apalagi tentu didukung dengan kesiapan teknologi yang sudah banyak dikuasai oleh negara berdaya.
Sedangkan bagi negara berkembang, salah satunya Indonesia, yang mayoritas masih mengandalkan batu bara, minyak bumi, gas alam, dan sawit, tuntutan perubahan ke EBT tentu bukan hal yang sepele.
Batu bara dan minyak bumi selama ini paling banyak disorot karena dampak buruk pertambangan dan emisi karbon yang dinilai "merusak" kualitas tanah, air, dan lingkungan. Realitanya, tidak hanya Indonesia, sebagian besar negara di dunia masih sangat bergantung pada komoditas ini.
Sumber energi EBT seperti pembangkit listrik tenaga surya, air, atau angin, memang lebih ramah lingkungan, tapi tentu memerlukan investasi infrastruktur yang tidak mudah. Belum lagi biaya distribusi, pengelolaan, dan kesiapan kapabilitas sumber daya manusia. Mahal.
Bagi negara berkembang yang anggaran saja pas-pasan, lantas uangnya dari mana?