Sambil menyeruput teh hangat saat berbuka puasa, teringat ada satu benda yang sangat "melegenda" di era itu. Benda itu tentu saja buku kegiatan Ramadhan, yang isinya daftar aktivitas seperti sholat lima waktu, mengaji, dan sholat tarawih. Semuanya lengkap ada checklist-nya lho.
Di isian sholat tarawih juga biasanya ada kolom ringkasan ceramah dan tanda tangan ustadz. Era itu adalah masa-masa tanda tangan ustadz lebih diminati dibanding tanda tangan artis korea, hehe.
Ya saat itu gelombang K-Pop belum menerjang kalangan remaja Indonesia, paling banter sepertinya F4 nya Tao Ming Tse atau boyband Westlife yang lumayan populer masa itu.
Kesempurnaan dalam mengisi buku kegiatan Ramadhan menjadi kepuasan tersendiri, meskipun terkadang bukunya jadi lusuh atau sampulnya hilang entah kemana akibat berdesakan saat sesi "jumpa fans" dengan pak ustadz.
Di antara berbagai aktivitas ibadah, selalu ada waktu bermain bersama teman-teman yang sangat menyenangkan. Padahal zaman itu permainanan yang ada kebanyakan mainan tradisional seperti lompat tali, bola bekel, petak umpet, monopoli, atau yang agak canggih sih main tamagotchi.
Tradisi lokal juga masih terasa kental saat itu, seperti berkeliling membangunkan sahur, dengan bermodal bambu saling beradu, atau kadang gayung, kaleng, hingga sekadar tepuk tangan-pun jadi.
Kegiatan itu berlanjut hingga menjelang lebaran, ketika kembang api bersahutan dan takbir keliling menjadi sebuah momen yang paling dinanti-nanti. Saling bertukar sapa dan bermaaf-maafan dalam kehangatan nuansa malam kemenangan membuat memori masa-masa itu sulit dilupakan.
Berdamai dengan Perubahan
Kini zaman sudah banyak berubah, apalagi dengan adanya pandemi. Semua menjadi serba daring dan digital. Keakraban antar manusia pun mulai merenggang karena lebih sibuk dengan dunia maya dan perdebatan yang seperti tidak ada habisnya.