Mohon tunggu...
Septian Ananggadipa
Septian Ananggadipa Mohon Tunggu... Auditor - So let man observed from what he created

Pejalan kaki (septianangga7@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Ramadhan Generasi 90-an, Secuplik Kenangan tentang Kesederhanaan

15 April 2022   08:32 Diperbarui: 16 April 2022   19:30 3612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi anak-anak buka puasa bersama di masjid. (sumber: pixabay.com/saifulmulia)

Bagi umat muslim, bulan Ramadhan adalah waktu yang sangat dinanti-nantikan. Melaksanakan puasa sambil menjalani aktivitas sehari-hari memberi kenangan unik tersendiri.

Generasi 90-an, kini mungkin sudah banyak yang dalam fase bekerja, berkarir, berumah tangga, atau beraktivitas sebagai seorang dewasa, pasti merasa nuansa bulan Ramadhan mengalami banyak perubahan.

Apalagi di masa pandemi seperti saat ini, yang serba sulit dan terbatas. Jika dibandingkan dengan memori menjalani bulan Ramadhan semasa kanak-kanak kita dulu, tentu banyak sekali perbedaan yang kita rasakan.

Era Kaya Cerita

Keceriaan anak-anak jelang beribadah. Sumber foto: dream.co.id
Keceriaan anak-anak jelang beribadah. Sumber foto: dream.co.id

Di era presiden almarhum Gus Dur, sekitar akhir tahun 1999 hingga awal 2000, bisa dibilang menjadi masa-masa Ramadhan yang paling unik. Bagaimana tidak, kegiatan belajar mengajar di sekolah diliburkan total selama 1 bulan.

Tentu itu disambut meriah oleh para pelajar yang bak ditimpa durian runtuh mendapat libur sebulan penuh, hehe.

Meskipun saat itu juga diadakan aktivitas keagamaan di sekolah seperti pesantren kilat atau sholat tarawih dan mengaji bersama-sama. Itu tidak menyurutkan keceriaan kita menjalani bulan Ramadhan, justru bisa menanamkan pandangan kita di masa kecil bahwa kegiatan ibadah itu menyenangkan.

Tentu kita masih ingat pesantren kilat yang penuh dengan momen-momen riang khas anak-anak seperti gelak tawa saat bermain di halaman sekolah, berbuka puasa lesehan bersama teman-teman, hingga antri berwudhu dan sholat tarawih beramai-ramai.

Selain di pesantren kilat, nuansa keceriaan juga banyak kita rasakan sehari-hari di lingkungan rumah. Saat bersama-sama menahan lapar ketika bermain di penghujung sore, berburu takjil, hingga buka bersama secara sederhana di halaman atau masjid dekat rumah.

Sumber foto: beautynesia.id
Sumber foto: beautynesia.id

Sambil menyeruput teh hangat saat berbuka puasa, teringat ada satu benda yang sangat "melegenda" di era itu. Benda itu tentu saja buku kegiatan Ramadhan, yang isinya daftar aktivitas seperti sholat lima waktu, mengaji, dan sholat tarawih. Semuanya lengkap ada checklist-nya lho.

Di isian sholat tarawih juga biasanya ada kolom ringkasan ceramah dan tanda tangan ustadz. Era itu adalah masa-masa tanda tangan ustadz lebih diminati dibanding tanda tangan artis korea, hehe.

Ya saat itu gelombang K-Pop belum menerjang kalangan remaja Indonesia, paling banter sepertinya F4 nya Tao Ming Tse atau boyband Westlife yang lumayan populer masa itu.

Kesempurnaan dalam mengisi buku kegiatan Ramadhan menjadi kepuasan tersendiri, meskipun terkadang bukunya jadi lusuh atau sampulnya hilang entah kemana akibat berdesakan saat sesi "jumpa fans" dengan pak ustadz.

Di antara berbagai aktivitas ibadah, selalu ada waktu bermain bersama teman-teman yang sangat menyenangkan. Padahal zaman itu permainanan yang ada kebanyakan mainan tradisional seperti lompat tali, bola bekel, petak umpet, monopoli, atau yang agak canggih sih main tamagotchi.

Sumber foto: AT press via medium.com
Sumber foto: AT press via medium.com
Tradisi lokal juga masih terasa kental saat itu, seperti berkeliling membangunkan sahur, dengan bermodal bambu saling beradu, atau kadang gayung, kaleng, hingga sekadar tepuk tangan-pun jadi.

Kegiatan itu berlanjut hingga menjelang lebaran, ketika kembang api bersahutan dan takbir keliling menjadi sebuah momen yang paling dinanti-nanti. Saling bertukar sapa dan bermaaf-maafan dalam kehangatan nuansa malam kemenangan membuat memori masa-masa itu sulit dilupakan.

Sumber foto: Kompas.com/Ika Fitriana
Sumber foto: Kompas.com/Ika Fitriana

Berdamai dengan Perubahan

Kini zaman sudah banyak berubah, apalagi dengan adanya pandemi. Semua menjadi serba daring dan digital. Keakraban antar manusia pun mulai merenggang karena lebih sibuk dengan dunia maya dan perdebatan yang seperti tidak ada habisnya.

Tidak ada yang perlu disesali, karena perubahaan adalah keniscayaan. Persis seperti saat ibu bapak kita dulu bercerita tentang masa kecil mereka dulu yang juga berbeda dengan masa kecil kita.

Generasi 90-an kini sudah beranjak dewasa, dengan berbagai problematika kehidupannya masing-masing. Namun setidaknya kita punya memori yang bisa kita ajarkan pada anak cucu kita kelak, bahwa sebagai manusia... kita bisa bahagia dengan hal-hal yang sederhana.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun