Berdasarkan prospektus setebal 967 halaman yang disampaikan GOTO ini, setelah IPO maka kapitalisasi pasar (market cap) GOTO akan mencapai sekitar Rp400 triliun. Wow!
Jika IPO GOTO ini sukses maka si hijau ini akan menjadi emiten dengan kapitalisasi pasar atau market cap terbesar ke-4 di Indonesia. Hanya kalah dari BBCA (sekitar Rp1.000 triliun), BBRI (Rp700 triliun) dan TLKM (Rp450 triliun).
Kapitalisasi pasar GOTO ini bahkan lebih besar dari perusahaan-perusahaan senior nan tersohor seperti Bank Mandiri (BMRI) Rp370 triliun dan Astra Internasional (ASII) Rp260 triliun.
Menariknya, performa keuangan GOTO tercatat masih terus merugi. Berdasarkan data pada prospektus, sejak didirikan GOTO telah mencatat rugi akumulatif mencapai Rp67 triliun. Pada posisi laporan terkini September 2021, GOTO juga masih mencatat rugi Rp11 triliun.
Banyak pihak yang berpendapat bahwa valuasi perusahaan teknologi tidak bisa diukur hanya melalui profitabilitas, karena pada fase awal hampir pasti pada posisi rugi. Itu juga terjadi dari kondisi Amazon, Tesla, Facebook, dan Sea Ltd. ketika IPO di Amerika.
Namun perlu diperhatikan, GOTO telah cukup lama eksis dan kini masih menghadapi persaingan yang cukup ketat dari kompetitornya seperti Grab dan Shopee (Sea Ltd.).
Sedikit mengesampingkan profit, mari kita tarik ke belakang untuk melihat pendapatan bersih. Pendapatan yang dicatat GOTO secara full year 2020 sekitar Rp3,32 triliun bisa dikatakan tidak bagus-bagus amat. Sebagai perbandingan, di periode yang sama perusahaan yang memiliki market cap lebih rendah seperti Astra Internasional membukukan pendapatan Rp175,04 triliun.
Dengan pendapatan yang segitu dan beban operasional serta marketing yang besar, pantas saja GOTO masih rugi.
Namun di pasar modal apapun bisa terjadi, kekuatan sektor teknologi adalah story engagement yang tinggi. Siapa yang menyangka, Amazon yang berawal dari jualan buku secara online kini menjadi salah satu penggerak utama pasar modal terbesar di dunia yaitu AS.
Aset Jumbo Isinya Apa?