Dilansir dari Bisnis, PLN menyatakan bahwa pasokan listrik tanah air masih dalam kondisi aman. Selain itu di Indonesia terdapat kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) yang mewajibkan 25% rencana jumlah produksi tahunan batu bara untuk kebutuhan domestik.
Namun dengan kondisi semakin terbatasnya supply batu bara di pasar global, maka harga emas hitam ini terus melesat tinggi. Hingga awal Oktober 2021 harga acuan batu bara dunia ICE Newcastle menembus all-time high di harga USD 270 atau naik 238% secara year to date.
Harga di pasar global yang jauh melesat tentu berpotensi menimbulkan masalah bagi kebijakan DMO, mengingat produsen batu bara pasti akan lebih tergiur untuk mengekspor demi mengeruk keuntungan berlipat.
Perusahaan-perusahaan penghasil batu bara nasional seperti PT Bukit Asam, Adaro Energy, hingga Indomegah Tambang Raya kini menjadi tumpuan ketahanan energi dalam negeri, meskipun hasil produksi mereka menjadi rebutan di pasar global.
Selain itu, Indonesia tentu tidak bisa berleha-leha. Di tengah pandemi dan berbagai ketidakpastian, negeri ini tidak bisa terus mengandalkan energi berbasis fosil.
Sebagaimana data Kementerian ESDM, cadangan batu bara tanah air diperkirakan "hanya" akan bertahan hingga 65 tahun ke depan.
Energi baru terbarukan memang tidak sesederhana urusan bumi yang lebih bersih, namun juga ada kepentingan geopolitik dan korporasi multinasional. Tapi tidak ada salahnya kita juga bersiap-siap, karena jangan sampai anak cucu kita nanti kesulitan untuk sekadar menyalakan lampu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H