Aku menggelengkan kepala, lalu berdiri sambil berdehem sejenak seraya meminta istriku duduk dulu. "Biar kubuka, Diajeng."
Saat kubuka pintu, tidak ada satu orang pun di teras, maupun halaman depan rumah kami yang luas. Kutatap jalan Anggrek Rosliana yang sepi. Pandanganku tertumbuk pada amplop coklat ukuran A4 yang tergeletak di meja teras. Kupikir aku tidak memesan apapun, tidak membeli buku apapun juga atau pun komik. Pokoknya aku juga tidak melakukan pembelian online, istriku juga tidak, kecuali mungkin paket micro bikini yang tadi dia pakai berenang.
Akhirnya kubawa masuk amplop coklat itu. Tidak ada alamat pengirimnya, tapi alamat penerima sangat jelas diriku tentunya. Siapa orang iseng yang mengirimkan amplop ini?
"Kangmas membeli sesuatu?" tanya istriku mendekat sambil mengamati amplop coklat itu. "Buka saja, Kangmas. Isinya apa?"
"Diajeng saja yang membuka." kataku menyerahkan amplop coklat itu pada istriku.
Dia membuka amplop coklat itu dengan hati-hati, lalu terperanjat saat menarik isinya. "Astaga, Kangmas! Kamu membeli foto-foto ini?"
Aku menggelengkan kepala lalu tertegun melihat foto-foto itu. Isi amplop coklat itu adalah sepuluh foto hitam putih aktris seksi Italia Edwige Fenech dengan berbagai pose yang mendebarkan jantung semua pria di dunia! Istriku menjatuhkan amplop coklat itu ke lantai dan menginjaknya penuh semangat. "Apa selama ini aku kurang cantik, Kangmas? Kurang seksi, Kangmas?"
"Aku tidak memesan foto-foto ini, Diajeng. Tidak pernah."
"Itu foto Edwige Fenech bukan?"
Aku mengangguk mantap.
"Kamu suka Edwige Fenech, Kangmas? Kukira hanya Marisa Mell yang kamu sukai. Kamu menyebutku mirip Marisa Mell, masih kuhargai itu. Kurasa aku memang mirip Marisa Mell soalnya. Tapi Edwige Fenech?"