(baca sebelumnya : Rahasia Kecil Untuk Sebuah Alasan Part 1)
Hatiku berdesir. Empat bulan yang lalu kami kembali bertemu, setelah hampir lima tahun tak ada kabar. Teman semasa remajaku yang kini menjadi atasan ku dikantor. Cinta pertamaku yang mungkin sampai sekarang belum berubah.
Aku memandang lurus ke depan untuk berusaha menutupi debaran di hatiku.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Minggu pagi kuhabiskan waktu di bandara, menjemput sepupuku yang datang dari negara seberang, Singapura. Lima belas menit aku menunggu, akhirnya kulihat sosok sepupuku berjalan ke arahku. Aku tersenyum, sudah lama sekali kami tidak bertemu.
"Apa kabar mas Kevin?" tanyaku sambil tersenyum.
"Sangat baik, Kamu makin cantik aja Put." Puji Mas Kevin.
Senyumku makin mengembang, Mas Kevin satu-satunya sepupuku, makanya kami dekat sekali.
"Gimana kabar Tante dan Om di sana?" tanyaku ingin tahu. Sudah dua tahun aku tidak bertemu dengan adik laki-laki mamaku itu. Tante Ayu, istri dari Om Hendri, sangat baik padaku, mungkin karena mereka tidak punya anak perempuan, aku di perlakukan seperti anak sendiri. Sayangnya, dua tahun lalu mereka pindah ke Singapura karena Om Hendri pindah tugas ke sana.
"Baik," jawab Mas Nathan,
"Ada salam untuk mu dan Bibi dari Mama, sekalian ada oleh-oleh juga, hehe" katanya lagi
Aku tertawa kecil.
"Sekarang Putri tinggal sendiri di kost Mas, lebih dekat ke kantor," jelasku.
"Kita ke kost Putri ya Mas."
"Beres Keong,"
Aku tersenyum, dari dulu sampai sekarang, Mas Kevin tidak berubah, masih memanggilku dengan panggilan kesayangannya.
****
Sudah sepuluh menit aku menunggu Mas Kevin menjemputku, tapi batang hidungnya pun tidak kelihatan.
"Kenapa masih berdiri di sini Put?"
Aku menoleh, Pak Bob berdiri di sampingku.
"Nunggu jemputan," jawabku singkat.
"Mobilnya mana?" tanya Pak Bob lagi.
Belum sempat aku menjawab, Mas Kevin muncul dengan mobil yang biasa kugunakan.
"Sorry, Mas telat Keong," ujar Mas Kevin. Aku tersenyum.
"Pamit pulang dulu Pak," aku buru-buru melangkah menuju mobil. Pasti dia berpikir aku seenak nya saja memberi fasilitas kantor kepada yang bukan karyawan.
Sial, kenapa juga Mas Kevin harus muncul disaat yang tidak tepat.
"Bosmu Put?" tanya Mas Kevin sambil mengarahkan mobil keluar dari area kantor. Aku mengangguk.
"Tampan Put, cepat-cepat aja digoda tuh, sayang kalau dilepas" godanya
Aku tersenyum tipis mendengar godaan Mas Kevin.
"Dia Bob loh Mas, teman SMA ku yang sering ke rumah dulu"
"Hah.. Bob yang dulu kamu suka itu?" tanya Mas Kevin tak percaya.
Aku hanya mengangguk membenarkan nya. Bukan dulu aja Mas tapi sampai sekarang juga, sambungku dalam hati.
Pukul sembilan malam, pintu kos ku diketuk. Aku yang baru selesai mandi, masih mengeringkan rambutku, mengeryit heran. Siapa malam-malam begini datang? Tumben.
"Mas, bukain dong." Pintaku manja pada Mas Kevin.
Mas Kevin tinggal di kost ku untuk sementara, untungnya di sini mau tinggal sama siapa kita, tidak ada yang ngurusin.
"Ngapain kamu di sini?" tanya Pak Bob ketus tanpa basa-basi.
Mas Kevin yang ditanya seperti itu kebingungan. Bob mendekatiku yang masih mengeringkan rambut dengan handuk.
"Jadi dia pacar barumu?"
Aku diam. Tidak menjawab, juga tidak menoleh ke arah Bob.
"Jawab," bentaknya.
Ini pertama kali aku di bentak Bob. Selama ini dia selalu lembut padaku. Tanpa terasa airmataku jatuh. Entah apa yang membuat aku menangis.
"Maaf," ujar Pak Bob.
"Maaf Put. Aku tak berniat kasar padamu." Ia menyeka airmataku yang makin deras mengalir.
"Aku cemburu," kata Bob tiba-tiba.
Cepat Aku menoleh kearahnya. Mengharap penjelasan akan pernyataannya barusan.
"Sudah lama aku mencintaimu Put, dari awal kau duduk disampingku saat kita masih sekolah." Ungkapnya tanpa memandang ke arahku.
Aku terus menatapnya tanpa berkedip. Aku tersanjung mendengar pernyataannya. Tangisku terhenti berganti dengan senyum tipis.
"Saat kamu tiba-tiba pindah tanpa pamit, kau tau betapa hancurnya aku." Katanya pelan.
Aku mendengarkan dengan seksama.
"Lalu dengan se enaknya kau kembali hadir dihidupku lagi, setelah bertahun-tahun kucoba menghapus kenangan tentangmu." Jelasnya lagi.
Senyumku semakin lebar. Ternyata aku tidak bertepuk sebelah tangan.
"Kalau kamu memilih dia, aku tidak akan memaksamu Put. Aku sudah cukup bahagia bisa mengungkapkan perasaan yang dari dulu ada, bahkan sekarang tetap sama." Katanya tulus.
Aku tersentuh mendengar penjelasan Bob. Kupeluk erat tubuhnya, seolah ingin menyatukan hati kami, ia juga balas memelukku dengan erat.
"Kevin itu sepupuku,"bisikku di telinga Bob. Tubuhku di dorong kedepan, Bob menatapku dengan pandangan tak percaya.
"Dari kecil kami bersama-sama. Sudah seperti abang dan adik." Jelasku. Kulihat wajah Bob memerah menahan malu.
"Kenapa gak cerita dari awal?" tanyanya malu.
 "Makanya jangan langsung emosian," kataku lagi.
"Siapa yang gak cemburu lihat wanita yang dicintainya berduaan sama lelaki lain?." Katanya lagi.
"Putri, mau kah kau menikah denganku." Bisiknya tepat di telingaku. Hatiku berbunga-bunga.
Aku mengangguk. Pelukannya semakin erat.
"Kau juga mencintaiku kan?" tanyanya lagi.
Aku diam. Sengaja ingin menggantungnya sebentar. Pelukannya mulai merenggang. Ia memandang tepat ke bola mataku.
"Put?" tanyanya lagi.
Aku mengangguk.
"Aku sangat mencintaimu, bahkan dari dulu, saat kau pertama kali masuk kelas dengan wajah angkuhmu, aku sudah jatuh cinta padamu." jujurku yang membuat dia kembali mengencangkan pelukannya padaku.
Memang benar kata orang kalau jodoh pasti tidak akan kemana. Awalnya aku kira, aku hanya akan berakhir dengan cinta sepihak. Tapi ternyata Tuhan terlalu baik dengan ku, Tuhan tau kalau aku begitu mencintai Bob dari dulu bahkan hingga sekarang.
Rahasia kecil ya selalu kusimpan di kantor akhirnya terbongkar juga. Rahasia tentang perasaanku selama bertahun-tahun akhirnya harus terbongkar agar aku mendapat alasan untuk terus bersama Bob.
END:)
(baca juga yuks : Office Romance)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H