Filsafat Eksistensialisme Gabriel Marcel
Â
Marcel memainkan peran penting dalam perkembangan filsafat eksistensialis di Prancis pada abad ke-20. Marcel memperkenalkan banyak gagasan yang menjadi ciri khas dari eksistensialisme, termasuk pentingnya pengalaman manusia dalam menghadapi realitas eksistensial, penekanan pada kebebasan individu, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Marcel juga menekankan pentingnya pengalaman manusia dan hubungannya dengan dunia, serta pentingnya hubungan antara individu dan masyarakat.
Â
Menurut Marcel, pengalaman manusia dalam menghadapi realitas eksistensial seperti kehampaan, kesepian, dan ketidakpastian mengungkapkan pentingnya poin ada-untuk. Salah satu pemikiran utama Marcel adalah konsep "kehadiran" (presence), yang menunjukkan bahwa manusia harus mengalami dunia sebagai hadir dan tidak hanya sebagai objek. Marcel menyebut manusia sebagai 'yang hadir' atau 'yang eksis', dan ia menekankan pentingnya keberadaan manusia dalam dunia.[3]
Â
Dia juga menolak pandangan yang memandang manusia sebagai objek atau alat yang dapat diukur secara ilmiah. Marcel memperkenalkan konsep eksistensi sebagai keadaan manusia yang berada dalam dunia yang kompleks dan tidak dapat dijelaskan sepenuhnya dengan bahasa atau konsep ilmiah. Menurut Marcel, keberadaan manusia selalu berada dalam ketidakpastian dan ambiguitas, dan ini mendorong kita untuk mencari arti dan tujuan hidup. Menurut Marcel, manusia tidak dapat dipahami hanya sebagai objek atau makhluk biologis tetapi juga sebagai subjek yang aktif dalam menciptakan makna dan tujuan dalam hidup mereka.
Â
Filsafat eksistensial Marcel menawarkan refleksi atau model rasionalitas filosofis yang sanggup untuk melampaui keterbatasan cara berpikir rasionalisme epistemologis yang mendasarkan diri pada kriteria verifikasi. Marcel berusaha menelaah cara berpikir intelektualis idealistis, di mana pengetahuan sebagai objektivikasi, ada jarak radikal antara subjek dan objek. Marcel menelaah pengalaman yang sering kali tidak terverifikasi, pengalaman itu tidak berulang dan berbicara sesuatu dalam istilahnya 'refleksi tingkat kedua'.[4] Marcel menekankan model intimitas, kesalingketerkaitan subjek-objek, subjek dan 'Ada'. Ia  menolak model pemikiran yang menawarkan Verify or beliefe karena mengabaikan esensi dalam hidup religius dan metafisik yang mendalam.
Â
Menurut Marcel, refleksi merupakan suatu fase hakiki dalam filsafat. Refleksi ini memiliki dua tahap. Refleksi pertama memiliki ciri seperti abstrak, analitis, obyektif, universal dan dapat diverivikasi. Refleksi ini menurut Marcel dilangsungkan dalam ilmu pengetahuan. Refleksi kedua sebaliknya tidak mengobyektivir tetapi berlangsung berdasarkan partisipasi. Refleksi kedua lebih menekankan pendekatan dialogis dan berlangsung dalam konteks persona. Metafisika dalam pandangan Marcel berusaha untuk tidak mereduksi 'Ada'. Filsafat dalam hal ini dapat mencapai 'Ada' yang sebenarnya, yang selalu tersembunyi bagi pemikiran obyektif. Dengan demikian, terbuka jalan bagi cara berelasi yang baru dengan realitas. Saya ada di dunia sebagai dengan mengambil bagian pada ada, sebuah partisipasi struktural, 'Ada' yang berinkarnasi. Saya menerima secara bebas realitas di mana saya berada, termasuk juga diri sayasendiri.[5]Â