Mohon tunggu...
Sepis Jandung
Sepis Jandung Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Aktif

Mahasiswa aktif Jurusan Filsafat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Meninjau Kekerasan Seksual di Indonesia dalam Kemanusiaan ala Katolik

22 April 2022   15:04 Diperbarui: 22 April 2022   15:07 1499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemanusiaan yang Luhur Sebagai Bagian Integral Manusia Indonesia

 Menurut Para Bapa Bangsa termasuk Soekarno, perikemanusiaan adalah hasil proses pembentukan manusia menjadi manusia atau hasil proses humanisasi. Proses itu hanya dapat berjalan jika setiap manusia mendapat pengakuan dari  manusia lain di sekelilingnya. Manusia hidup dan ada bersama orang lain, terbuka terhadap kehadiran orang tetapi sekaligus hadir sebagai pribadi yang utuh atau personal. Artinya manusia secara personal meliliki keunikkan yang membuatnya tidak tergantikan bahkan oleh kembaran identiknya sekalipun. Meski demikian, keunikan itu tidak hanya untuk ada pada dirinya atau membuat seorang pribadi menjadi eksklusif dan menjauh dari yang lain melainkan menjadi modal dan bahkan perekat dimensi kebersamaan yang menjadi ciri khas manusia itu sendiri juga. Dengan kata lain, setiap pribadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diminta untuk melakukan partisipasi aktif dengan caranya masing-masing sesuai dengan kemampuannya dan dirinya dilindungi negara sama seperti semua orang lainnya. Kesalingtergantungan manusia menurut prinsip keadilan dan keberadaban, bagaimanapun, sulit tercapai tanpa kepedulian. Masyarakat yang adil sulit tercapai kalau orang-orangnya tidak peduli satu sama lain. Kepedulian mendorong kesediaan aktif untuk terlibat dalam pengalaman orang lain, terutama yang mengalami ketidakadilan dan mencegah terjadinya ketidakadilan dan ketidakbiadaban dalam berperilaku terhadap sesama.[5]

Hidup bermasyarakat adalah hidup bersama dalam suatu dimensi geografis, dimensi hidup sosial dan dimensi hidup yang lainnya. Perlu disadari dengan baik bahwa kemanusian seorang manusia tidak terlepas dari konteks hidupnya. Setiap dimensi relitas kehidupan sehari-hari merupakan titik tolak tetapi sekaligus juga tempat muncul berbagai rintangan kehidupan sosial seorang manusia itu juga. Perikemanusiaan adalah undangan bagi manusia untuk menjadi semakin manusiawi berangkat dari situasi konkretnya di tengah-tengah dunia. Unsur-unsur sosial yang pokok dalam kehidupan beremasyarakat ialah norma-norma atau kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan sosial. Unsur unsur itu terjalin menjadi satu sama lain, dan keseluruhannya disebut struktur sosial.[6] Kemanusiaan Manusia juga merupakan suatu tanggung jawab sosial sekaligus demokrasi  yang cakupannya menjangkau umat manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kepekaan sosial terhadap pengalaman orang lain dan menanggapinya secara adil dan beradab menjadi keharusan dan kenyataan hakiki manusia. 

Di sisi lain, perikemanusiaan juga berisi sejarah perjuangan umat manusia untuk membebaskan diri dari berbagai kungkungan yang menjadikan situasinya tidak manusiawi. Kesadaran seperti ini tentu mendorong kita untuk memperjuangkan kebaikan semua manusia tanpa memperhitungkan ras, warna kulit, dan dari bangsa mana dia berasal.  Kita manusia yang mampu  saling belajar, saling menolong dan saling peduli terhadap kehidupan semua orang. Segala bentuk pengucilan dan perendahan martabat manusia tidak ditolerir dan harus dihapus. Martabat manusia mengungkap keluhuran manusia sebagai manusia. Keluhuran martabat manusia diterima berdasarkan fakta bahwa manusia adalah manusia. Martabat manusia secara esensi tidak dapat dilenyapkan, martabat bukan sesuatu yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan secara ilmiah. Martabat manusia memiliki status a priori, suatu keyakinan dasar yang bertumpu ke pengandaian metafisis bahwa demikianlah hakikat manusia.[7]  Dengan demikian martabat tidak dapat disangkal atau direndahkan, dan tidak dapat dianggap tidak ada.

Bertopang ke Relasi antarmanusia, manusia sejatinya harus terlibat dengan manusia lain dalam hubungan yang adil dan beradab di tengah pengalaman bersama di dunia ini.

Kemanusiaan Manusia Itu Hakikat dan Luhur dalam Perspektif Katolik

Tidak bisa dipungkiri, agama khususnya gereja Katolik memainkan peranan dalam semangat kemanusiaan, persatuan, keadilan dan dalam kehidupan sosial politik Republik Indonesia.

"Nilai-nilai kemanusiaan yang luhur seperti yang ada di dalam Pancasila itu terdapat juga di dalam Gereja katolik. Andaikata tidak ada Pancasila, nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial itu juga sudah harus dijunjung tinggi dan diperjuangkan oleh Gereja katolik. Dalam terang iman Katolik Gereja menerima Pancasila. Dengan menerima Pancasila itu umat Katolik tidak merasa menerima tambahan beban, melainkan mendapat tambahan dukungan dan bantuan dari negara RI. Maka, Gereja Katolik sangat menghargai Pancasila bukan karena pertimbangan taktis, melainkan karena keyakinan akan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya, yang perlu dihayati dan diamalkan secara terbuka, dinamis dan kreatif dalam wawasan persatuan, kebersamaan dan kemanusiaan yang luhur bangsa kita."[8]

Pernyataan tegas dari Gereja Katolik ini menegaskan bahwa nilai-nilai dasar dari Pancasila ikut mewarnai kehidupan umat Gereja Katolik. Itulah sebabnya, Gereja sangat menerima dan mendukung nilai-nilai Pancasila yang terkandung di dalamnya itu sebagai pedoman bagi kehidupan setiap warga masyarakat.

Berkaitan dengan kemanusiaan seorang manusia, Gereja Katolik sejatinya memberi penghargaan dan pendasaran yang Kuat. Kemanusiaan menurut Gereja Katolik sudah dilukiskan sejak awal dalam kisah penciptaan. Melalui sabda-Nya, "Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa Allah."[9] Artinya, manusia memiliki kodrat dan martabatnya yang paling luhur di antara semua ciptaan. Manusia diciptakannya dengan akal budi dan segalanya sehingga manusia itu sendiri menjadi kaya akan kelengkapannya. Lantas, "adakah kebaikan dan keluhuran itu terpelihara hingga kini? Melihat kenyataan saat ini, khususnya kasus kekerasan seksual yang ada, pertanyaan ini sungguh memukul setiap pribadi manusia. Sebab yang diciptakan baik adanya menjadi kurang baik adanya sebagai manusia. Bahkan dalam tubuh Gereja sendiri ada kasus dalam dimensi seksualitas. Paus Fransiskus mengungkapkan, "Dengan rasa malu dan pertobatan, kami mengakui sebagai komunitas gerejawi bahwa kami tidak berada di tempat seharusnya, bahwa kami tidak bertindak tepat waktu, menyadari besarnya dan beratnya kerusakan yang terjadi pada begitu banyak kehidupan."[10] Ungkapan Paus ini lahir dari keprihatinan beliau terhadap pelbagai kasus pelecehan terhadap anak-anak yang terjadi dalam Gereja Katolik dan banyaknya korban pelecehan seksual terutama pada anak-anak. Paus mengizinkan kasus ini diberitakan kepada publik atau tidak lagi merahasiakan kasus pelecehan yang selama ini dirahasiakan oleh Gereja.

Kebebasan dan martabat juga dipakai Gereja Katolik sebagai dasar penghargaan terhadap kemanusiaan manusia. Kebebasan sejati merupakan tanda yang mulia gambar Allah dalam diri manusia. Dalam hal ini, Allah menyerahkan manusia kepada keputusannya sendiri. Hak melaksanakan kebebasan adalah hak semua orang karena kebebasan itu tidak terpisahkan dari martabatnya sebagai pribadi manusiawi. Oleh karena itu, hak ini harus selalu dihormati, khususnya di bidang moral dan religious, dan harus diakui dan dilindungi oleh otoritas sipil dalam batasan-batas kebaikan umum dan tatanan publik yang adil. Meski demikian, Gereja juga menyadari bahwa dalam realitas harian, orang kadang-kadang menyalahgunakan kebebasannya sebagai pemimpin dengan melakukan sesuatu dengan semau saya saja. Sering pula orang mendukung kebebasan dengan cara yang salah dan mengartikannya sebagai kesewenangan-wenangan untuk berbuat apapun sesuka hatinya. Oleh karena itu, Gereja Katolik menetapkan prinsipnya. Bagi gereja Katolik:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun