Tanggal 7 September 2022 adalah moment istimewa dimana saya diwisudakan dari kampus tercinta Universitas Yapis Papua (Uniyap) Jayapura.
Sebelum seminggu para peserta wisuda asal suku Mee (dari Kabupaten Nabire, Dogiyai, Deiyai dan Kabupaten Paniai) bakal diskusi panjang penyatuan pikiran dan pendapat soal penggelaran acara syukuran wisuda kolektif.
Tiba-tiba saya digabungkan dalam grup WhatsApp yang dikelola peserta wisuda. Informasi akurat, urgen nan barangkali terpenting share cepat untuk ketahui peserta wisuda oleh akademisi kampus.
Slogan grup WhatsApp berlogo bulat Uniyap Jayapura diberi nama "Grup Diskusi Wisudawan/ti Tahun 2022" pengelola admin Jecson juga adalah salah satu wisudawan angkatan 2018 Uniyap Jayapura.
Share berita-berita, informasi, narasi-narasi terperting nan urgen dalam grup itu untuk dibahas dengan retorika menarik, kontroversi dan kualitas bahasa intelek. Kata-kata mesti terkontrol bakal menarik perhatian publik.
Sedikitnya 18 penghuni grup tergolong peserta wisuda Uniyap Jayapura 2022. Dua peserta wisuda belum kolaborasi di grup (sebut saja Bapa Nason dan Ibu Christin).Â
Kedua beliau akan diwisudakan Sarjana Strata Dua Magister Manajemen (S2-MM). Kedua jenius ini telah lama selesai sarjana ekonomi strata satu di kampus yang sama. Nason dan Christin merupakan sepasang kekasih (suami istri).Â
Lelaki gimbal seorang inspirator Nason ini merupakan wakil rakyat. Beliau jadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Provinsi Papua selama tiga periode 2009-2024.
Lain sisi, Nason bersama Christin lazim menyapa 'Bapa dan Mama' dari beragam kalangan. Meskipun umur masih muda, hanya lima anak, selesai pendidikan strata satu dikit lagi meraih gelar magister.
Dipanggil Bapa dan Mama atas dominan jabatan politik sebagai wakil rakyat. Selain itu, memang benar bahwa kedua beliau sudah teruji mental kasih dan berbagi.
Rumah miliknya bakal terbuka 1/24 jam untuk dan oleh siapa, darimana, kapan entah mahasiswa, masyarakat yang membutuhkan bantuan. Mereka berdua spontan merespon tanpa ditanya dalih.
Tugas ade-ade cukup cari kayu, angkat batu, ambil daun pisang dan bakar batu. Selain itu fasilitas semua akan ditanggung Bapa sama Mama" ujar Bu Christin sembari mengarahkan kami.
Narasi asyik, lelucon, menarik tengah kesiapan wisuda
Setiba hari Jum'at, 2 September 2022 menunjukan pukul 17.00 waktu Papua, patuh pada scedul panitia syukuran wisuda turun kerja di kediaman Pak Nason beralamat di Sabang-Merauke Dok 5 Atas, Kelurahan Trikora, Kecamatan Jayapura Utara, Jayapura Kota, Provinsi Papua.
Kumpul segera angkat batu dari pintu masuk kediaman Nason dibawa sampai halaman rumahnya. Kami juga bakal diarahkan panitia untuk belah kayu bakar, susun batu hingga pukul 10.37 waktu setempat.
Kami dibantu tenaga adik-adik yang tinggal bersama di Asrama Sumber Kasih Dok 5 Atas (Asrama Paniai Barat). Tenaga adik-adik memang bisa diandalkan sebab tidak terlalu lama pekerjaan berkunjung selesai.
Sehabis kerja belah kayu dan susun batu, para peserta wisuda dipanggil Ibu Christin Yogi (istrinya bapa NU) di teras depan lantai II rumah lama.
Kita dipanggil untuk kembali diskusi lagi mengenai seputar acara syukuran wisuda tersebut. Pertemuan atau diskusi panel itu diakomodir ketua panitia Alpons Uti.Â
Tanpa basa-basi lepaskan kesempatan buat Bu Christin untuk memberikan sedikit pencerahan, petunjuk berkaitan dengan kesiapan dan persiapan yang semestinya dilengkapi selama dua sampai tiga hari ke depan.
"Besok Sabtu, 3 September 2022 semua  diarahkan photo bersama di Studio Varian Photo beralamat di Aryoko, Jayapura Kota" urai Bu Christin singkat.
Lanjut Bu Christin, photo yang dirasa tepat dan bagus dimasukan dalam spanduk syukuran wisuda. Lebih lanjut ikuti petunjuk dan arahan kami sebagai orangtua.
Sebagai ade-ade tersisa hanya mengakui pengarahan Bu Christin sebab tersinkron dengan scedul kegiatan. Kami bersepakat untuk jumpa sekira pukul 9.00 keesokan pagi di Studio Varian Photo di Aryoko, Jayapura Kota.
Secara kolektif putuskan memakai pakaian rapi seperti celana hitam kain dan baju berwarna putih, sepatu sekaligus dibawa atribut wisuda.
Saya secara personal spontan mengaku belum mengambil atribut wisuda yang dimaksud. Selain saya, atribut wisuda mereka sudah di tangan tinggal pakai besok di studio photo.
Hanya saya sama Benny Kudiai yang belum ambil atribut wisuda itu di Pascasarjana Lantai II Gedung Lama Uniyap Jayapura. Adoh sial sekali.
Saya tidak diizinkan ambil lantaran uang wisuda belum bayar lunas melalui rekening Bank Papua. Kawan Benny belum ketahui dalihnya.
Malam pukul 9.12 tanpa pikir panjang, saya chat Benny lewat WhatsApp lantaran emosi mengingat teguran dan desakan keras dari teman-teman tadi.Â
"Nogei, besok ketemu di kampus".Â
"Oke Nogei. Nanti tong ketemu di kampus saja" balas Benny singkat.
Keesokan pagi pukul 8.00 waktu Papua, saya ditelpon Benny dan langsung tanya Nogei, posisi?Â
Spontan saya menjawab: "Ada turun ke kampus sekarang!"Â
"Oh baik. Ketemu di depan kampus, wan" kata Benny sembari dimatikan telepon.
Setiba di depan kampus, Benny belum lagi muncul. Saya parkir motor bermerk vixi-on miliknya di gerbang pintu masuk Uniyap Jayapura.
Tunggu Benny berapa menit sama sekali belum muncul. Saya menelpon dia di luar jangkauan. Saya bergegas menuju ke arah Pascasarjana Lantai II Gedung Lama Uniyap Jayapura untuk ambil atribut tersebut.
Berapa langkah ke arah depan bertemu dengan petugas di situ. Spontan saya tanya. Selamat pagi kaka. Permisi mau tanya!"
"Iya, gimana ade?!" jawab seorang petugas dengan nada lembut sembari balik muka menatap saya.
"Iyaa kaka. Saya mau ambil atribut wisuda tapi dimana ya?" tanyaku sesaat.
Petugas itu arahkan saya masuk di ruang dimana tempat pengambilan atribut wisuda itu. Dan saya pun ketuk pintu lantas masuk.Â
Ternyata dalam ruangan itu ada Dosen Pembimbing II saya, Pak Santrio. Ia persilakan saya duduk di kursi yang terletak di bagian depan lurus pintu masuk.
Sepi, kamu ada bawah bukti pembayaran?! tanya Santrio.
Ada Pak! jawabku sembari keluarkan bukti pembayaran yang dipinta Santrio.
Setelah ambil bukti pembayaran satu rangkap yang ditandatangani Biro Keuangan dicap basah, saya sodorkan ke Pak Santrio.Â
Beliau memeriksa setiap kolom pembayaran dan ternyata beban wisuda saya cicil (sebagian sudah dibayar dan sisa belum).
Lantas beliau meminta Surat Perjanjian (SP) dicap basah oleh Bu Yanna Wakil Rektor  Uniyap Jayapura. Menurut beliau surat perjanjian itu bukti pengambilan atribut wisuda.
Kebetulan sehari sebelum konsultasi dengan Pak Santrio, Surat Perjanjian (SP) sudah saya urus dan saya menyerahkan langsung ke Pak Santrio.
Oke Sepi. Biasa Sepi pake ukuran baju apa? tanya Pak Santrio ke saya. Tanpa basa-basi, saya menjawab ukuran XL saja, Pak.Â
Otomatis beliau keluarkan atribut wisuda (berukuran XL) lalu saya berpamitan dari ruang dimana Pak Santrio berada. Sepi, sukses ya, kata Pak Santrio terakhir.
Selangkah sudah di pintu sembari keluar, saya ditelpon Benny. Saya angkat dan menyapa 'hallo sobat!' ternyata dia miskol.
Tidak menelpon balik pulsa nelpon saya habis - yang ada hanya paket internet bulanan dalam sim.
Mulai lega seolah terselesaikan masalah besar. Sangat bangga nan senang setelah ambil atribut wisuda meski sebelumnya mata berkaca-kaca nyaris menangis.Â
Isi dalam kanton yang dikasih berwarna hijau dengan tulisan melingkar Universitas Yapis Papua - Jayapura itu terdapat segulung baju hitam semacam baju ilmu hitam, topi hitam, baju berwarna kuning-merah versi kalung leher yang ada di dalam kanton itu.
Sungguh saya dibodohi. Paling konyol. Namun apalah daya, saya genggam kanton itu di tangan lalu keluar.
Setiba asrama, bunyi tembakan messenger getar menimbulkan perdebatan panjang oleh teman-teman dalam grup messenger selain WhatsApp.
Lebih kepala batu dalam grup Jeck, Mias, Alpons, Iyapu, Jecson, Ochep, Heru, Silvester, Dinans, Jitro, Yulius, Pelipus, dan putri tunggal Sonya, termasuk Benny yang belum ambil toga sama sekali ini. He...he.
Putri tunggal Sonya kesayangan kami juga turut terlibat menunjukan kenakalan diri meributkan suasana di grup yang tak bersalah. Hehe...asyik namanya juga sudah mau wisuda.
Sandiwara lelucon yang dimainkan mereka hanya mendesak dan memberi teguran keras sasaran ke saya sama Benny. Mereka belum tahu bahwa toga saya sudah digenggam tangan. He...he...he.
Entah apa alasannya, photo di studio tunda jam 6.00 sore. Teman-teman terusan tegur dan mendesak Benny agar percepat proses pengambilan toganya.
Saya tutup messenger mulai istirahat. Bangun dari tidur pulasku jam menunjukan pukul 5.24 sore. Masih saja mereka ribut dalam grup. Ada yang share foto bertulisan toko Studio Varian Photo sudah dibuka.
Saya tampak siap-siap hendak menuju Studio Varian Photo. Di sana saya bertemu sapa Jeck, Mias, Iyapu, Alpons lagi asyik bicara-bicara.
Mereka duduk menatap jalan melihat motor roda dua dan mobil roda empat yang lalu-lalang sembari desak teman-teman lain agar percepat langkah mereka.
Tepi jalan tersedia warung makan. Tiba-tiba perut saya sakit minta makan. Tapi itu alasan saya minta uang satu per satu. Saya tidak sadar diri kalau uang saya ada 20 ribu di saku.
Saya apatis dengan kondisi. Dalam benak saya mau makan. Saya pesan satu porsi nasi. Mias, Alpons menyusul makan di tempat itu. Dua di antara kami: Jeck, Iyapu tidak makan.
Disela itu Jeck tegur saya: Wae, kam pu celana itu. Pergi ganti sudah."
"Bah, sa celana kenapa?" tunduk lihat ternyata bukan celana hitam. Memang Jeck benar. Malu saya. He...he.
Saya apatis omongan tadi dari Jeck dan lanjut cerita nonsens sembari menunggu teman-teman lain di emperan Toko Studio Varian Photo. Jam sudah menunjukan pukul 6.34 setengah gelap.
Rata-rata semua memakai celana hitam kain. Saya disuruh Jecson telepon Amsal di Asrama Dok 5 untuk menanyai celana hitam. Ternyata celana hitam punya Amsal ada dan disuruh datang ambil.
Saya bergegas menaiki motor tiba di asrama. Balik malas tahu dengan keadaan takut telat. Setiba di tempat photo kita diarahkan panitia naik ke lantai II.
Dua hingga tiga orang masuk ruang kecil yang tersedia di studio itu untuk ganti pakaian. Saya bersama Mias masuk di ruang kamar yang terletak di ujung plafon.Â
Saya kenal betul sama Mias sejak SMP. Semua baik buruk saya yang ketahui. Mias ini humoris menertawakan saya hingga mata merah naik.
Semua pada tampak siap-siap. Bang Ochep masih dalam perjalanan. Ada lagi, katanya motor Iyapu bensin habis di tengah jalan depan Kantor Pos Taman Mesran, seputar Kota Jayapura.
Kelihatan semua teman-teman tampak bosan, amarah sama kedua beliau ini. Ya sudah, saya buka toga. Bergegas jemput Iyapu di tempat depan Kantor Pos dimana motor kehabisan bensin tadi.
Iyapu bersama saya laju. Saya nyaris mau menangis Iyapu namun tidak jadi soalnya sedikit lagi sudah mau sarjana. He...he.Â
Wisuda artinya lepas almamater. Lepas dari sangkar kampus hijau Universitas Yapis Papua (Uniyap) Jayapura.
Keesokan Hari 4 September 2022
Gelas hijau berisi minuman susu masih tersedia di tempat tidurku. Dimana kepala saya berbaring. Saya ingat itu sisa minuman saya tadi malam. Gelas itu saya ambil dan diminum sambil gerak badan.Â
Matahari bergegas pancarkan sinar. Getaran messenger berbunyi pukul 6.35 pagi waktu Papua. Itu sudah pasti saya duga, Jeck. Ternyata benar, Jeck ribut dalam grup messenger mendesak teman lainnya.
Jeck desak agar teman-temannya untuk percepat pijakan kaki ke titik kumpul sebelum telat sesuai target jam yang ditentukan.
Jeck tulis antonim kalimat: "Selamat pagi teman2. Menuju ke titik".Â
Saya pun respon cepat sebelum teman lain menanggapi "Ribut terus. Kita sudah tahu!". Begitu dulu. Saya tampak bersiap-siap melaju ke titik.Â
Ada lagi, Ferdinans tanya: "Selamat pagi kawan2. Skrg kam su dimana?"
Ochep juga tulis: "Pagi juga. Saya di bagian Abe ada Polantas, jadi sa ada berteduh sedikit".
Berapa menit berlalu, saya bersama si bung humoris Mias bergegas keluar dari asrama hendak menuju ke titik kumpul menaiki motor vixi-on milikku.
Setiba di titik kumpul (depan pintu gerbang kediaman NU), di sana berjumpa kangen bersama Ochep dan Iyapu. Lantas kita saling menyapa. Tidak lama lagi, Salmon tiba-tiba mampir.
Kendati berapa menit berlalu sembari cerita-cerita nonsens. Saya dikejutkan getaran hadphone digenggam tanganku.Â
Pelipus menelpon saya. Dia pinta untuk ambil kunci mobil Pick-Up di Bhayangkara dekat Nikson. Sekilas ketahui, Nikson adalah salah satu pemain futsal PON 2021.
Sehabis ambil kunci, saya bergegas turun di Kantor Sinode KINGMI di Apo Jayapura Kota ambil mobil Pick-Up tersebut. Tidak lama lantas ketua panitia syukuran Iyapu dan sekretaris Pelipus tiba-tiba datangi.
Saya menyetir mobil. Iyapu naik menatap kaca depan samping saya sementara Pelipus naik belakang.Â
Dalam perjalanan kami menelpon seorang mama yang garap ubi di Keerom. Mama, apa ubi sudah digarap atau belum?
Kata mama itu di balik layar, kemarin hari Minggu to, sekarang kami ada ke kebun!Â
Mama itu meminta datang besok pagi angkut ubi. Kami protes datang sekarang namun mama sudah ambil keputusan.
Dengan kecepatan yang rendah tiba di depan kediaman NU. Mama Christin lagi beri petunjuk atas kesiapan dan persiapan yang semestinya dilakukan.Â
Di sana ada beberapa teman kerumunan di tempat itu, asyik mendengar apa yang Bu Christin cerita.
Karena tidak jadi ke Keerom angkut ubi. Saya diajak Bu Christin ke pasar Hamadi untuk belanja. Mias, Jecson, Pelipus pun turut terlibat menaiki mobil di belakang.Â
Kaka perempuan terbaik Otto sama Bu Christin menatap kaca depan samping saya.
Merasa senang nan bangga tatkala saya diajak Bu Christin ke pasar untuk belanja. Ini pertama kali saya diajak Bu Christin.Â
Rasanya, selama studi di kota tua hunian belanda sudah termakan lima tahun tetapi belum pernah diajak bicara apalagi jalan sama-sama.
Dengan semangat tipis, keringat deras mengalir lantaran terik matahari sebagai resiko aktivitas sepanjang hari.
Kami melewati tanjakan lepas 'Koti'. Tiba di pasar Hamadi. Bu Christin, kaka Otto, Jecson, Pelipus gegas masuk dalam pasar. Tinggal saya bersama Mias dalam Pick-Up membisu. Panas membakar kulit, kita berdua pun mengikuti jejak mereka tadi.
Mereka berada di jalan tengah Pasar Hamadi. Angkat barang belanjaan Bu Christin dinaikan dalam Pick-Up itu.Â
Barang yang dibeli Bu Christin adalah kesiapan acara syukuran wisuda tepat 7 September 2022.
Setelah barang belanjaan diturunkan. Bu Christin mulai koordinasi dengan mama pemilik ubi itu di Keerom. Besok kami sibuk padat jadi sekarang ade-ade ke sana angkut ubi, apa mama sudah garap?
Dan tanggapan mama itu, oke sudah. Tinggal berapa karung saja. Kalau begitu datang sekarang.Â
Kami berapa orang ke sana (Keerom). Jeck, Ochep, Heru, Jecson, Salmon, juga dengan ade Demi angkut ubi delapan karung.Â
Jam 19.00 malam start balik dari Keerom sekira pukul 21.00 malam tiba di kediaman. Delapan karung besar itu penuh ubi, keladi. Tambah enam manusia lagi sungguh berat. Beratnya minta ampun.Â
Saya rasa bukan barang (ubi-keladi) yang berat tetapi keenam manusia ini yang diberatkan. Mobil nyaris rusak. He...he.Â
Akhirnya keperluan urgen lain, fasilitas juga instrumen semuanya dapat dilengkapi dan ditanggung oleh Bapa Nason sama Bu Christin.Â
Tidak ada kekurangan dan kecurangan yang dialami dalam Acara Syukuran Wisuda yang dilakukan di PTC Entrop Depan Terminal Lama Angkutan Taxi, Jayapura Kota pada 7 September 2022.(*)
Pasar Karang Nabire, Provinsi Papua Tengah 4 Desember 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H