Oleh Samsul Maref
Ning, semalam Aku mencoba mencari tau rumah kamu, namun malang Aku malah kesasar dan kayaknya itu pertanda kalau,,,,,"
"Syam  sorry Aku masih dilarang untuk pacaran oleh Ayahku, Sorry Syam,,,!" Sela Ningsih cepat.
Sepenggal kalimat itulah saat Syam hendak "menembak" Â Ningsih yang masih tersimpan dipalung hatinya selama hampir tiga tahun lamanya.
Â
# Â Â Â Â Â Â # Â Â Â Â Â Â # Â Â Â Â Â Â # Â Â Â Â Â Â #
Diantara puluhan konvoi sepeda motor terdapat Syam dan Ningsih yang sedang asyik berkendara dalam satu motor untuk ikut merayakan kelulusannya dari SMA XZ, bersama pengendara lainnya yang juga masih mengenakan seragam SMA yang penuh dengan coretan warna-warni pilox.
        Dan diantara hamparan sawah yang mengapit jalan raya, terlihat Ningsih yang sedang berdiri diatas motor  yang Syam kendarai seraya mengibarkan sapu tangannya yang berwarna pink, disusul  kawan-kawan Syam yang berinteraksi diatas motor yang sedang melaju. Ada juga yang mengendarainya hanya memegang kendali gas  sementara pengendaranya berlari disampingnya. Bahkan ada juga yang sambil terlentang dengan kedua kakinya mengendalikan stang motornya.
        Setelah perjalanan yang cukup melelahkan itu, akhirnya Syam, Ningsih dan puluhan kawannya tiba di tempat yang mereka tuju, yaitu sebuah pantai.  Suasana dipantai itu cukup indah dan bersih. Bentangan pasirnya mengisi di setiap penjuru pantai, pohon-pohon kelapa menjulang tinggi dengan buahnya yang nampaK segar, burung-burung laut sibuk mencari makanan ditepi pantai, dan lautnya yang biru itu terlihat seolah menyatu dengan langit di kejauhan.
        Sambil mengadap lautan lepas, Syam dan NIngsih duduk disebuah caf menikmati perahu-perahu nelayan yang bergoyang gembira dihempasi deburan ombak. Syam dan Ningsih memisahkan diri dari kawan-kawannya.
        "NIng...!"
        "Ya  !" Tukas Ningsih singkat.
        "Ning kamu lihat perahu-perahu nelayan itu ?"
        "Ya Aku lihat..!"
        "Kamu tau sebelum perahu itu berlabuh dipantai ini, dia berkelana jauh mengarungi gelombang ditengah lautan yang kedalamannya tak terdeteksi..!"
        "Ya  Aku tau..!"
        "Sama dengan hal tersebut, apakah kamu tega membiarkan Aku terombang-ambing bersama perasaan cinta ini yang sekian tahun menggantung, tanpa ada kepastian cinta !" Kata Syam layaknya sang pujangga. "Darimu..!"
        "Ngaak Aku nggak tega...!"
        "Lantas..?!" Ujar Syam sedikit tenang.
        "Ng... Suasananya indah ya....!?" Ningsih mencoba mengalihkan pembicaraan.
        "Nggak bakal suasana ini indah kalau nggak ada kamu disini.  !"
        Ningsih menatap haru Syam kemudian ia menggengam kedua telapak tangan Syam dan mengacungkannya kedepan dadanya. Seraya berkata " Syam Aku butuh waktu untuk hal itu..!"
        "Butuh waktu...?! Berapa lama waktu yang kamu butuhkan untuk menjawab kepastian cinta ini? Seminggu? Sebulan? Setahun?!"
        "Enggak Syam, Aku hanya butuh waktu 24 jam untuk menjawab semua ini. Besok temui Aku ditempat ini di jam segini !" Ujar Ningsih sambil melihat Arlojinya. " jam 4 sore " Timpalnya memastikan.
        Syam tertegun dengan ungkapan hati Ningsih.
        "Syam..! Ningsih..! pulang yuuk..! dah sore nih..!" panggil salah seorang kawannya memberi tahu. Setelah itu mereka berbondong-bondong pulang.
        Beberapa jam kemudian, malam pun tiba. Langit hitam kelam hanya terlihat milyaran bintang seolah berenang di samudra kegelapan, menggantikan keriuhan tadi siang yang melelahkan.
        Didepan masjid Syam dan Kawannya, Ikhwan Al-Karim, duduk santai usai mengaji Al-Qur'an.
        "Syam...!" kalau Aku boleh tau kamu mau masuk Universitas mana?" Tanya Ikhwan.Â
        "nggak tau ! belum kepikiran..!"
        "Emangnya apa yang sekarang kamu pikirin ?"
        "Ningsih..!" Sahut Syam Jujur.
        "Ningsih..?!" Ikhwan terkejut. "Ngempanin  kagak, makein kagak, eh malah mikirin anak orang...! Lha Dia belom tentu mikirin Dewek...!" Lanjutnya dengan logat Betawi -- Sunda.
        "Iya sich... Tapi... Kayak kamu nggak pernah ngerasain aja !" sahut Syam sedikit menyinggung " Aku bingung nih besok si Ningsih nerima Aku apa nggak ya..?!"
        "Ooo..." Mulut Ikhwan membulat membentuk huruf O. Kemudian, "Syam kalau Aku boleh Nyaranin, daripada kamu bingung mikirin ketidakpastian dari Ningsih, mendingan kamu Sholat Isya aja dulu, terus berdo'a supaya besok yang terjadi itu yang terbaik.....!"
        Mendengar saran Ikhwan, Syam tergugah dan langsung mengambil air Wudlu' untuk melaksanakan Sholat Isya. Syam percaya segala sesuatu yang terjadi di Jagat Raya ini tidak lepas dari rencana-Nya.
        Di waktu yang sama namun  ditempat yang berbeda Ningsih nampak dilema. Ia bingung mencari kata apa yang harus ia ungkapkan agar tak mengecewakan Syam. Tiba-tiba saja secara mendadak Ia mendapatkan ide cemerlang yang dapat mewakilkan semua hal yang ingin Ia ungkapkan, yaitu dengan cara menulisnya dikertas file.
        Nada dering dari suara gesekan sayap tentara jangkrik yang terdengar syahdu, turut mengiringi curahan hati  Ningsih yang Ia tuliskan dikertas file sambil tidur tengkurap di kasur busa yang empuk dengan senyuman manis yang mengembang di bibirnya.Â
# Â Â Â Â Â Â # Â Â Â Â Â Â # Â Â Â Â Â Â #
        Esok harinya...
        24 jam berlalu..
        Ningsih sudah duduk manis menunggu Syam yang tak kunjung datang. Beberapa menit kemudian ningsih mulai nampak jenuh, sambil sesekali menatap arlojinya yang telah menunjukkan pukul 16:10. namun Syam belum juga terlihat batang hidungnya.
        Tanpa sepengetahuan Ningsih, ternyata Syam sedang menuju ke tempat Ningsih menunggu dengan menggunakan sepeda motornya. Namun malangnya  ban sepeda motornya kempis tertusuk paku. Kemudian Ia menuntun sepeda motornya menuju tukang tambal ban di perempatan jalan.
        Setelah bebrapa menit menunggu, syam mulai merasa kesal dengan kerja situkang tambal ban yang bekerja lambat. Disertai rasa panik yang menggebu, akhirnya Syam memutuskan untuk meninggalkan sementara sepeda motornya.
        Diatas aspal yang keras, di bawah pancaran sinar sang surya yang masih terasa menyengat membakar kulit, Syam berlari sekuat tenaga sambil sesekali menyeka peluh yang menganak sungai dipelipisnya.
        Sementara itu, Ningsih harap--harap cemas menunggu kedatangan Syam  sambil menatap arlojinya berulang kali yang kini menunjukkan pukul 16:50 yang semakin menambah kecemasannya dan kekhawatian yang menyelimuti hatinya. Namun hati kecilnya tetap yakin bahwa Syam akan segera datang.Â
        Dengan nafas tersengal-sengal sosok yang sedari tadi ditunggunya akhirnya datang juga.Â
        "Sorry.... Aku nggak tepat waktu...! "Ujar SyamÂ
        "Ya nggak apa-apa..! "Sahut Ningsih merasa kasian
        "Boleh Aku duduk? "Pinta Syam pada Ningsih
        Ningsih tak menyahut Ia hanya menganggukkan kepalanya sambil menyodorkan segelas es kelapa pada Syam. Es kelapa itu baru beberapa menit yang lalu dipesan.
        "Makasih..ya...!" Kata Syam yang kemudian menyeruput es kelapa tersebut.
        Ningsih menatapnya dengan tatapan gamang.
        "Ning...! Bagaimana? bisa?" Ucap Syam sambil menyeka ceceran es kelapa disisi mulutnya.
        Ningsih menghela nafas berat. Kemudian  "Syam sebelumnya Aku minta maaf jika pernyataan ini akan mengecewakanmu..."
        "Maksud kamu apa?!"Â
        "Syam Aku nggak bisa...."
        "Enggak bisa karena Ayahmu masih melarangmu...?!"
        "Bukan, bukan itu..." Tepis Ningsih cepat. Kemudian Ia mengeluarkan secarik kertas File dari dalam tasnya. Lalu memberikannya pada Syam. "Mungkin sajak dikertas file ini dapat mewakilkan maksud hatiku padamu..."
        Syam mengambil kertas file tersebut dengan raut wajah kebingungan disertai seribu tanya menyusup dalam hatinya. Bersamaan dengan itu, Ningsih lantas pergi meninggalkan Syam tanpa sepatah-kata pun yang terucap.Â
        Tanpa menghiraukan kepergian Ningsih, Syam mulai penasaran dengan isi file tersebut. Kemudian Ia mulai membuka dan membacanya dengan kegalauan yang sedikit demi sedikit mulai meretas.Â
Â
        24 Jam menjaga hatiÂ
        Menjaga hati sambil memilih kata apa yang harus Aku ucapkanÂ
        Menjaga hati seraya memikirkan jawaban yang akan ku berikanÂ
Pernah terbesit untuk mencari yang sempurnaÂ
Namun hati kecil ini menyadarkan diriku, bahwa..
"tak ada yang sempurna jika kita tak menerima apa adanya..."
        Kejar Aku...! Sebut namaku...!  Dan peluk Aku...!
        Jika kamu ingin menjadi penjaga hatikuÂ
Â
        Usai membaca bait terakhir,   Syam masih belum mengerti meksudnya, kemudian Ia pun membaca ulang, membaca dengan teliti jangan-jangan Ia salah lihat.
        Syam mulai faham maksudnya. Setelah itu tanpa intruksi lagi, Ia langsung berlari mengejar Ningsih yang sedang berjalan gontai diatas hamparan pasir putih dengan rambut hitam yang terurai bergelombang disapu angin pantai.
        Ningsih merasa kehadiran Syam dibelakangnya. Dengan segera Ia membalikkan tubuhnya.Â
        "Ningsih....!!" Panggil Syam dengan wajah gembira sedikit ragu dengan file yang Ia baca tadi. Kemudian Syam mencoba menanyakannya langsung. "Ning..! Apakah Aku boleh menjadi penjaga hatimu...? "Tanyanya seraya memegang kedua tangan Ningsih.
        Ningsih menjawab, Ia hanya mengangguk dengan guratan senyum dibibir manisnya. Kemudian Ningsih membentangkan tangannya. Dan Syam pun mengerti dengan bahasa tubuh itu, lalu Syam pun dengan segera memeluknya dengan erat, mengangkatnya dan berputar-putar. Sedangkan diujung sana terlihat deburan ombak yang seolah bersorak gembira menyaksikan keberhasilan Syam menaklukkan Sang Pujaan Hatinya. Ningsih.Â
   Â
Cerita ini hanya fiksi,
hasil imajinasi untuk Sang Pujaan Hati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H