Namun, di tengah pertumbuhan media sosial yang semakin pesat saat ini, justru menjadi akar masalah dan bumerang dari persoalan-persoalan yang terjadi akhir-akhir ini. Yaitu mengenai persatuan dan kesatuan bangsa.Â
Mengapa? Karena melalui medsos banyak kalangan yang menyalahgunakannya untuk menebar kebencian, hujatan, hasutan, informasi hoax serta paham radikal. Amat disayangkan.Â
Media sosial yang menjadi simbol kebebasan masyarakat mengakses komunikasi dan informasi justru menjadi senjata makan tuan bagi persatuan negeri. Kita dengan mudah dapat menjumpai akun-akun yang menebar politik identitas, rasis, kebencian atas nama kelompok, golongan, agama dan perorangan yang beredar luas di media sosial. Inilah embrio radikalisme.
Kasuistik penyebaran radikalisme saat ini justru lebih sering dilakukan melalui media sosial. Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius yang dilansir di laman berita republika.co.id, Padang.Â
Pesatnya dunia digital membuat informasi bertebaran dengan luas. Konten-konten yang ada di media sosial memang memprovokasi, menghegemoni masyarakat baik melalui hoaks, ketidakbenaran dan sebagainya.
Hegemoni media menurut McQuail (1987 : 65) memang mempunyai pengaruh yang sangat luas di masyarakat. Teori hegemoni media menekankan pada ideologi, bentuk ekspresi, cara penerapan serta mekanisme yang dijalankan untuk mempertahankan dan mengembangkan diri melalui kepatuhan pada kelas pekerja sehingga upaya itu berhasil mempengaruhi dan membentuk alam pikiran mereka.
Menurut Antonio Gramsci (1971), hegemoni merujuk pada kepemimpinan moral, filosofis dan politik sebuah kelompok sosial yang tidak diperoleh secara paksa namun dengan persetujuan aktif dari kelompok sosial lainnya melalui kontrol budaya dan ideologi.Â
Yaitu, kelompok sosial dominan yang memberikan dampaknya dan mendapatkan legitimasinya melalui mekanisme sosial seperti pendidikan, agama, keluarga dan media massa.
Sedangkan yang dimaksud dengan hegemoni media adalah dominasi berbagai aspek kehidupan serta pemikiran tertentu dengan menembus budaya dan nilai dominan dalam kehidupan sosial. Hegemoni media berfungsi sebagai pembentuk budaya (baru), nilai dan teknologi masyarakat.
Kebebasan dalam sebuah negara demokrasi, bukanlah kebebasan yang terjadi seperti saat ini. Di mana kita bebas melontarkan hujatan, celaan atau provokasi terhadap pihak lain, bahkan kepada kepala negara dalam hal ini adalah Presiden.Â
Kebebasan yang terjadi saat ini malah membuat kita tidak mau diatur dan tidak tunduk pada hukum dan perundang-undangan. Inilah yang mengakibatkan paham-paham garis keras atau radikal tumbuh subur di Indonesia.Â