Semakin hari, approval rating sang penguasa naik, namanya dielu-elukan, sekalian dibuat paguyuban pendukung lengkap dengan jargon-jargon untuk mengarak pemimpin itu sambil jingkrak-jingkrak.
"Tiga periode!"
"Tiga periode!"
Begitu pekik mereka berulang-ulang.
Di negeri itu, Orwell, Machiavelli, dan Leviathan-nya Hobbes harus belajar rendah hati.
Nun jauh disana, siapa-siapa yang agak sadar, lalu melakukan kritik dan mengingatkan untuk kembali pada falsafah bangsa serta konstitusi, biasanya akan dicap sebagai barisan sakit hati. Mereka, yang dinamai laskar 16 persen, terus menerus dibully oleh para pendukung Raja You Know Who. Dianggap sebagai kelompok yang tidak bisa move on dan berpotensi mengganggu kemesraan joged-an penguasa dengan rakyatnya.
Para pimpinan kelompok orang-orang berisik ini, potensi kesalahannya dieksplorasi dengan riset mendalam oleh para aparat istana: dulu pernah ngomong apa, kira-kira terlibat di kasus apa, keluarganya siapa saja, kalau perlu sampai rekam jejak pernah sendawa dimana atau nggak sengaja nginjak kaki siapa. Semuanya diperiksa dengan rinci.
Ketika waktunya tepat, seminggu sekali mereka akan dipanggil untuk diperiksa di kantor keamanan terdekat untuk dimintai keterangan seterang-terangnya.
Tidak kapok dipanggil sekali, panggil lagi lewat kantor keamanan lain.
Tentu saja ini bagian dari penertiban pikiran yang dilakukan oleh koalisi Raja You Know Who (YKW).
Bukankah kebenaran hanyalah milik penguasa?