Berhenti sejenak untuk memastikan jam yang melingkar pada tangannya sama dengan posisi Sang Surya, kemudian melanjutkan kegiatan sebelumnya
“MasyaAllah...”, katanya sambil menyikukan tangan kiri tepat ke depan dada dan kembali melihat jam tangannya.
Tiba-tiba suara telepon genggam berbunyi…
“Mbak, maaf baru saja saya baca smsnya. Maaf tadi tidak memberi tahu dulu sebelum pulang. Saya taruh di meja paling pojok barat di dalam laci. Maaf ya, harusnya tadi saya serahkan dulu, jadi mbak gak harus sampai gudang nyarinya”, kata pria di ujung telepon sana.
“Iya pak, tidak apa-apa. Terima kasih”. Jawabnya singkat. Marah tak mungkin perempuan itu lakukan lagi. Marah sudah kalah telak dengan kebingungan yang terlihat dari rautnya.
“Alhamdulillah, di sini kalian rupanya. Bisa tidak pulang, kalau tidak nemuin kalian”, gerutunya.
Kursi yang berada di kolong meja, rupanya menarik perhatiannya. Ditariknya kursi itu, duduklah dengan takjimnya. Menghadap ke barat. Membiarkan sinar matahari menyentuh wajahnya. Senja benar-benar menampakkan dirinya detik ini. Perempuan itu kembali mengeluarkan telepon genggamnya, matanya fokus pada layar telepon genggam, telunjuk kanannya bergerak ke atas bawah layar telepon genggamnya.
Perempuan itu menyikukan tangannya ke atas meja, dan membenamkan kepalanya. Pekerjaan yang menumpuk membuatnya ingin semakin lama di tempat tersebut untuk sekedar beristirahat. Sejak 6 bulan yang lalu memang ia, memulai karirnya di sebuah perusahaan manufaktur. 6 Bulan bukan waktu yang singkat sehingga ia bisa mengerti betul seabrek pekerjaan. Hingga setiap akhir bulan datang tanda genderang lembur akan dimulai untuk persiapan laporan keuangan.
. . .
“Nasywa..”, panggil manajernya.
“Iya pak”.