Bukan bintang gemintang bersinar di matamu,
Bukan elang perkasa menari di sayapmu,
Tapi kasih yang senyap, mengalir tiada jemu,
Pelangi di balik rinai duka, itulah dirimu.
Tanganmu bukan kelopak teratai putih,
Yang harum semerbak memikat kumbang,
Tapi telapak penuh guratan waktu dan sedih,
Menuliskan syair cinta, menenangkan pilu yang datang.
Suara bukan buluh perindu berbisik lembut,
Menyanyikan kisah peri di malam sunyi,
Tapi nada senja menusuk ke relung kalbu,
Menguatkan langkahku saat tersandung sepi.
Matamu bukan lautan jernih berkaca,
Menampakkan dasar jiwa tanpa noda,
Tapi sungai sabar mengalir tanpa suara,
Menggenggam harap, meski badai menerpa.
Bukan bidadari turun dari kayangan,
Membawa sayap sutera dan mahkota surgawi,
Tapi wanita biasa, dengan segala kekurangan,
Mengukir kasih abadi, terpatri dalam sanubari.
Ibu, pelangi di balik rinai duka,
Sinarmu menerangi jiwaku yang rapuh,
Terima kasih, untuk segala cinta dan pengorbanan,
Baktiku takkan padam,
meski waktu merambat senyap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H