Mohon tunggu...
Senada Siallagan
Senada Siallagan Mohon Tunggu... Penulis - Berpikir Out of The Box
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Telinga dan Lidah Seorang Murid

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Gagak yang Usil

22 Maret 2021   09:12 Diperbarui: 26 Maret 2021   22:15 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi sepasang burung gagak. (sumber: pixabay.com/TheOtherKev)

"Menurutku, hitam melambangkan kegelapan, duka".

"Mungkin itu sudah takdirmu. Kelak kamu menjadi lambang duka. Sekalipun begitu, hidupmu tidak segelap wawrna bajumu."

Gagak tidak menjawab lagi. Wajahnya murung. Lalu pergi meninggalkan kodok sendirian. Kodok memandangi sahabatnya itu dengan keraguan.

Dalam kegelisahannya, gagak tidak pernah bernyanyi lagi. Tidurnya pun tak nynyak. Makan tak selera. Sehari-harinya lebih banyak merenung. Akhirya, pada suatu hari gagak sedang bertengger di pucuk pohon mahoni di tepi jalan. Tiba-tiba dilihatnya ada tukang wenter lewat di jalan itu. Kebetulan sekali. Di dalam tungku itu berisi wenter yang sudah siap. Seketika muncul hasrat di hatinya untuk mandi di dalam tungku itu. Dengan begitu, bulunya yang putih akan bisa berubah menjadi hitam. 

Dan, tanpa diketahui si tukang wenter, gagak menceburkan dirinya ke dalam tungku. Untuk beberapa saat lamanya ia merendam diri. Bahkan, sampai badannya terasa kedinginan. Karena tidak tahan dingin, maka segera ia keluar dari dalam tungku. Hitamlah sudah seluruh bulu gagak. Bahkan kaki, paruh, wajah, dan matanya pun menjadi hitam pekat. Dan, sejak saat itu gagak tidak lagi berbulu putih, tetapi hitam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun