Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filsafat Abad Pertengahan (Bagian 3): Thomas Aquinos

20 Desember 2019   21:01 Diperbarui: 20 Desember 2019   22:03 880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berkas:Benozzo Gozzoli 004a.jpg (Directmedia)

Ia memperkenalkan lima jalan menuju Allah. Tentu sesuai dengan dua kredo yang khas pada Filsafat Abad Pertengahan (kristen), yaitu ut intellegam (saya beriman supaya saya mengerti dunia dan  fides quaerens intellectum (faith seeking understanding" /"faith seeking intelligence") dengan akal budi saya bisa menjelaskan isi kebenaran Wahyu.

Tentang adanya Allah, Thomas tidak setuju dengan bukti a priori ataupun pendekatan 'eidos' dari Platon. Thomas justru meyakini pendekatan aposteriori (berdasarkan pada pengamatan/pengalaman/sensibilitas) dapat membawa kepada esensi Allah. Sekaligus, dengan menunjuk jalan menuju Allah menjawab posisi ateisme.

Jalan pertama; kenyataan bahwa segala sesuatu bergerak (ingat: Aristoteles), maka tentu ada penggerak utama. Penggerak utama pastilah menjadi penyebab semua gerakan, namun ia sendiri tidak dapat digerakan kecuali menggerakan dirinya sendiri. Itulah Tuhan.  Kedua; adanya kausalitas atau sebab-akibat (ex ratione causeae afficiens). Segala sesuatu memiliki sebab, dan setiap sebab menuntun pada akibat. Kalau dirunut, kita bisa temukan sesuatu disebabkan oleh sesuatu, dan sesuatu itu disebabkan sesuatu yang lain, dan seterusnya, lalu membentuk sebuah rantai sebab yang seakan tiada akhir. Namun, tidaklah masuk akal biasa sesuatu itu tidak memiliki finalitas. Maka, sudah pasti terdapat sebuah sebab utama yang tidak lagi disebabkan oleh apa pun  (causa prima). Itulah yang menjadi sumber dari segala sebab, dan itulah Tuhan. Ketiga; adanya kemungkinan dan keniscayaan segala sesuatu di alam ini (ex possibili et necessario). Selalu ada sesuatu yang mungkin tetapi juga ada yang pasti. Mungkin dan pasti menyebabkan punah dan 'lahirnya' sesuatu yang baru. Artinya, ada sebuah niscaya yang menyebabkan ada itu tetap ada, meski diatur oleh hukum 'ada tidak ada.' Kenyataan ini menunjuk pada 'sumber utama niscaya' yang memberi kepastian, yaitu Tuhan. Jalan keempat; pembuktian Allah berdasarkan derajat-derajat kualitas, misalnya kurang adil dan lebih adil, kurang baik, baik dan sangat baik, kurang cantik, cantik dan sangat cantik, dan sebagainya. Adanya derajat menunjuk keniscayaan adanya terminalitas, yaitu derajat kualitas paling sempurna atau tertinggi dimana tidak ada derajat kulaitas lain yang melampauinya. Kelima; kenyataan bahwa segala sesuatu di semesta ini tersekenggara dengan baik (ex gubernatione rerum). Bahkan, segala ciptaan yang tidak berakalbudi sekalipun, nampak terarah kepada finalitas yang baik (ingat ajaran teleologis dari Aristoteles). Karena semua tearah kepada sebuah akhir yang baik, maka  sangat logis bahwa keterarahan itu menunjuk eksistensi "Sang Penyelenggara tertinggi" yang memungkinkan semua terselenggara sedemikian teratur dan baik itu. 

Thomas juga mengajarkan "Jalan Triganda" untuk menjelaskan sifat-sifat Allah, yaitu jalan afrimatif (via positiva/via affirmativa), jalan negatif (via negativa), dan jalan keunggulan (via eminentiae). Dengan 'jalan Triganda" ia makin memperkuat alasan berkaitan esensi Allah.

Ajaran tentang "Penciptaan"

Meski menjadi pengikut Aristoteles, bahkan menyebutnya dengan panggilan istimewa "sang filsuf," Thomas berbeda dalam hal 'penciptaan' atau status keabadian alam. Aristoteles, sebagaimana filsafat Yunani umumnya, meyakini alam itu sudah ada dan bersifat abadi. Tentu, ajaran ini bertentangan dengan 'ajaran Alkitab' yang dipegang Thomas, karena mengajarkan bahwa alam semesta pernah tiada, lalu menjadi ada melalui penciptaan (creatio ex nihilo). Maka, Thomas berusaha mendamaikan perbedaan itu dengan menjelaskan, bahwa ajaran tentang kekelan dunia sama sekali tidak mengurangi kesempurnaan Allah. Creatio ex nihilo baginya, tidak harus dipahami dalam kategori waktu, sebab Allah melampaui waktu (ciptakan-Nya itu). Artinya, tidak harus dipahami bahwa dunia pernah tidak ada, melainkan bahwa secara logis ketiadaan mendahului adanya dunia itu. Tindakan Allah mencipta (ex nihilo) itu bersifat sempurna melampaui waktu dan tidak mengenal jarak antara potentia-actus.  Dengan penjelasan ini, Thomas meyakini tidak ada pertentangan antara ajaran Aristoteles dan 'ajaran Penciptaan."

Ajaran tentang Manusia

Manusia terdiri dari jiwa dan tubuh. Pertautan antara jiwa dan tubuh digambarkan sebagai  hubungan antara bentuk (forma) atau aktus dan materi atau tubuh (potentia). Jadi, sebagaimana diajarkan Aristoteles, Thomas mengajarkan bahwa manusia itu hanya satu substansi, dimana jiwalah yang menjadi actus atau bentuk, sementara tubuh adalah potensi. Jiwalah yang membuat tubuh menjadi realitas (bereksistensi).  Aktivitas jiwa adalah berpikir dan berkehendak, yang sesungguhnya bersifat rohani. Itulah sebabnya jiwa menjadi abadi, tetapi badan sebagai potensi karenanya berubah-ubah bentuk, termasuk mati.  Jiwalah memberi arah kepada badan, dan karenanya Thomas meyakini adanya 'kebangkitan daging' sebagaimana menjadi ajaran Kristen.

Legacy & Kontribusi Thomas Aquionos

Apa yang diwariskannya? Thomas berjasa memperkenalkan pemikiran Aristoteles ke 'dalam gereja' yang lewatnya bisa dibedakan secara tegas antara pendekatan filsafat dan pendekatan teologi.  Lewat 'pendekatan nalar' dalam teologi, pemahaman akan Kitab Suci berkembang lewat pertanyaan-pertanyaan kritis rasional serta pendekatan aposteriori. Terutama lewat karyanya Summa Theologiae, Thomas menjabarkan prinsip-prinsip filsafat dalam teologi Kristen.

Lain daripada itu, 'terobosan' Thomas berhasil membuat filsafat Aristoteles diterima dalam kerangka filsafat Eropa Barat, yang memungkinkan berkembangnya daya akalbudi dalam corak pemikiran filsafat Barat.  Kontribusi lainnya yang tidak kalah penting tentu saja terkait hukum dan teori negara serta ajaran tentang kodrat manusia dan alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun