Kedua; tidak ada salahnya meniru UU KPK Singapura, seperti dibahas Adnan Topan Husodo, koordinator ICW dalam tulisannya di opini Kompas edisi cetak (22/02/16). Yaitu, mencakup poin penguatan seperti
(1). Penyidik KPK diberi wewenang menjadikan informasi tentang asal usul kekayaan tersangka, yang sumbernya tidak dapat dijelaskan sebagai bukti untuk menyeret tersangka ke proses hukum lebih lanjut.
(2). Kalau penyidik KPK selama ini baru diberi kewenangan menangani sektor (yang melibatkan pejabat) publik, maka akan menjadi langkah maju bila  Pengyidik KPK juga diberi wewenang menangani perkara korupsi sektor swasta. Sebab, kita tahu bahwa korupsi di Indoensia tidak hanya beranak pinak di sektor publik. Dengan demikian, wilayah kewenangan KPK diperluas menangani korupsi dalam semua sektor kehidupan di negeri ini.
Ketiga; kewenangan untuk melakukan perekrutan penyidik oleh KPK. Tidak mungkin KPK bisa kuat bila tidak diberi kewenangan merekrut sendiri pemnyidik, dan hanya menunggu di-drop dari kepolisian dan kejaksaan. Tidak ada maksud untuk menyepelehkan kedua lembaga hukum itu. Tetapi supaya memastikan independensi KPK dalam melakukan tugasnya, maka kewenangan ini diperlukan.
Itu saja pandangan keawaman saya sebagai bukan orang hukum. Silahkan anggota masyarakat mengusulkan poin-poin lainnya. Tujuan kita semua adalah supaya Draf UU Revisi disempurnakan, sehingga memastikan memberi ruang yang sehat bagi KPK untuk menunjukkan kinerja terbaiknya meng-enyahkan kanker korupsi dari bumi Nusantara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H