Kekurangan Indonesia dalam aktivitasnya sebagai bagian dari dunia global adalah belum adanya national interest (kepentingan nasional) yang konkret. Untuk itu, dibutuhkan rumusan nyata dan gamblang terkait kepentingan nasional agar komponen-komponen bangsa bisa bergerak dengan visi yang sama. Menurut Anies Baswedan, memformulasikan kepentingan nasional itulah tugas kepemimpinan nasional.
“Tantangan lima tahun yang akan datang belum tentu sama dengan sekarang,” ungkapnya.
Selain itu, dalam hubungan internasional, Indonesia butuh menempatkan orang-orang terbaiknya sebagai diplomat, terutama di negara-negara yang punya kepentingan strategis bagi Indonesia. Menurut Anies, hubungan internasional pada dasarnya merupakan proses diplomatik; diplomatik itu adalah relationship; dan relationship itu adalah hubungan antar-manusia bukan antar-kertas.
“Ya, ujung-ujungnya kualitas manusia. Sebuah negara yang punya diplomat supel itu biasanya akan memudahkan kepentingan nasional,” tambahnya.
Secara strategis, selama ini Indonesia dipandang dunia sebagai pasar besar. Untuk itu, Anies Baswedan menyarankan kita mengantisipasi hal tersebut. Anies mencontohkan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang mengedepankan penghapusan tarif barrier. Menurutnya, sebagai antisipasi, Indonesia harus berjuang untuk juga menghapuskan non-tarif barrier.
“Misalnya, supir taksi Jakarta memang bisa pindah ke Medan, tapi penghasilan mereka sama. Nah, kalau di Singapura, penghasilan mereka bisa jauh lebih besar. Tapi sayangnya mereka tidak bisa ke sana karena terbentur regulasi. Sementara, barang-barang Singapura bisa dengan mudahnya masuk ke sini. Jadi kita harus berjuang di penghapusan non-tarif barier,” terang pria yang mendapatkan gelar doktornya lewat disertasi "Otonomi Daerah dan Pola Demokrasi di Indonesia".
Gerakan Turun Tangan
Untuk mencapai Indonesia besar, dibutuhkan partisipasi semua pihak dalam setiap prosesnya. Oleh karena itu, Anies mengimbau para orang baik dan Anda yang punya teman orang baik untuk mendukung dan berani mengambil tanggung jawab dalam membenahi bangsa ini.
“Gerakan Turun Tangan ini bukan tentang Anies, tapi untuk mendukung orang-orang baik agar mau ambil tanggung jawab. Orang-orang bermasalah masuk politik tidak dipermasalahkan, tapi orang-orang tak bermasalah masuk politik justru dipermasalahkan. Kita ini mau beresnya kapan?” tanyanya serius.
Anies menambahkan, Republik ini makin runyam karena orang-orang yang dikirim ke dalam pemerintahan bukan yang di-endorse oleh orang sekitarnya. Orang-orang baik itu tumbang bukan karena orang jahat, tapi orang-orang baik yang memilih diam. Oleh karena itu, kata Anies, “Saya mengajak untuk memberikan counter argument soal pembiaran ini. Selama ini yang kita lakukan adalah membiarkan. Jadi kalau ada orang baik yang mau maju, kenapa tidak dia yang diberikan otoritas? Analoginya, dalam sebuah Kopaja, jika ada preman yang berulah, satu bis diam semua. Itulah syarat preman berkuasa. Begitu ada satu orang yang melawan, kemudian yang lainnya ikutan, pasti turun itu preman! Nah, sekarang kalau kita lihat ada orang lain bangun, jangan diam. Bangun juga! Ini adalah kesempatan mengganti, bukan pemimpin tapi otoritas itu yang mesti ditarik dari orang-orang bermasalah.”