Mohon tunggu...
Dinan
Dinan Mohon Tunggu... Abdi Masyarakat -

Seorang yang ingin belajar menulis dengan nama pena Dinan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Nenek Saini

12 Juli 2016   21:16 Diperbarui: 15 Agustus 2016   18:01 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak berapa lama, pria itu telah masuk ke rumah nenek. Pintu tertutup begitu pula dengan jendela di depan rumahnya. Selama dua puluh menit, aku terus menunggu dengan penasaran, apa yang mereka lakukan di dalam rumah nenek itu?

Kemudian, pintu terbuka. Pria itu ke luar dari rumah. Perban putih membalut leher bagian kanannya. Senyum sinis terlukis di wajahnya. Nenek itu pun melambaikan tangannya lembut, begitu pula sang pria. Setelah pria itu tak terlihat lagi oleh ke dua sudut mataku, aku menoleh ke sosok nenek itu. Betapa kagetnya, mataku menangkap matanya yang tajam. Persis di dua bola matanya yang berwarna cokelat. Aku kaget. Segera aku berlari kencang, pulang mengadu pada ibu.

Napasku masih saling memburu. Ibu melihatku keheranan, “ada apa, Naomi?” Ia mengelus lembut rambutku, “kamu lihat setan, Nak?” Aku masih mengatur napas. “Bu, nenek di seberang jalan yang rumahnya dekat dengan lapangan itu, siapa namanya, Bu?” Ibu tak langsung menjawab, ia melangkah ke dapur. Sepuluh detik kemudian, ia menawarkan segelas air putih kepadaku. “Minum dulu,” aku langung mengambil air putih dari tangannya, meminumnya tanpa bernapas.

“Namanya, Nenek Saini,” ujar ibu pelan. “Dia sebatang kara, ibu juga tidak tahu siapa dia. Cuma tahu namanya saja. Dia penyendiri.”

Aku hanya membalas dengan anggukan tiga kali.

“Sebaiknya kamu jangan masuk ke rumahnya, berbahaya!” Wajah ibu kali ini sangat serius.

Aku menunduk. Mulutku menutup rapat.

“Mandi Nak, sudah sore.”

“Iya bu.” Suaraku akhirnya keluar juga, itu pun masih setengah bergumam.

***

Keesokan harinya, kampung kami dihebohkan oleh berita ditemukannya mayat seorang pria di samping sepeda motornya. Sekujur tubuhnya ditemukan luka goresan. Diduga, ia meninggal karena kehabisan darah. Ibuku sedang ramai bergosip di depan rumah, aku hanya mencuri dengar saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun