Meski demikian, Awang Faroek lebih memiliki pandangannya sendiri yang meminta agar pihaknya tidak dihalangi untuk menggandeng investor swasta. Pihaknya menilai Pertamina maupun PGN tidak akan memiliki kapasitas yang memadai untuk itu. Pihaknya beralasan bahwa bahkan pendanaan dari perbankan pun belum menunjukkan adanya akses untuk membiayai rencana pengambilalihan tersebut.
Pada rencana aksinya soal Blok Migas sendiri, Awang memaparkan Pemerintah Kalimantan Timur menyetujui kepemilikan saham mayoritas oleh Pertamina di Blok Mahakam. Meski demikian ia mengajukan komposisi kepemilikan saham di Blok Mahakam idealnya Pertamina 51%, existing operator yakni Total dan Inpex sebesar 30% dan sisanya 19% dimiliki oleh Pemerintah Daerah melalui Badan Usaha Milik Daerah.
Awang mengacu pada skema yang ada di blok Migas Coastal Plain Pekanbaru dimana antara Pertamina dan BUMD memiliki porsi saham yang sama. Dalam konteks ini pandangan bahwa BUMD mereka mendapatkan porsi 19% merupakan batas minimal setelah mengakomodir kepentingan Total EP dan Inpex.
Pihaknya menyatakan kekecewaan bahwa dalam pembagian porsi saham pasca selesainya kontrak Blok Mahakam 2017 mendatang mereka tidak dilibatkan. Kekecewaan itu juga muncul karena membaca pemberitaan media, pemerintah pusat disebut hanya memberi porsi sebesar 10% saham yang disebut sebagai royalti atau fee pengganti Participating Interest. Hal ini termasuk soal adanya larangan BUMD bermitra dengan investor swasta.
Bila melihat hal ini jelaslah kita dapat melihat bahwa masa depan pengelolaan blok Migas yang rencananya akan dikuasai Pertamina tak semudah yang kita bayangkan. Fakta bahwa euforia penyerahan tata kelola Blok Mahakam dari pihak asing ke BUMN tak cukup hanya disambut dengan dalih nasionalisme.
Butuh sebuah kejelian dalam merumuskan regulasi serta tata kelola yang profesional dalam menyambut kebijakan pemerintah Jokowi-JK ini. Sebab diatas isu nasionalisasi Blok Mahakam, paradoks lain masih menanti. Salah satunya adalah menyelesaikan secara adil tuntutan daerah Kalimantan Timur terhadap kepemilikan mereka di Blok Mahakam. Menyelesaikan solusi pembiayaan yang tepat sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Sebab bagaimanapun paradoks yang sekian dekade ini berlangsung harus segera diatasi.
Setelah melihat bagaimana Awang Faroek yang gigih memperjuangkan hak daerahnya, pemerintah pusat pun juga pantas didukung mencari solusi yang komprehensif. Mengingat pelibatan swasta sebagai penopang BUMD juga bisa menimbulkan polemik lainnya.
Bila dalam kritiknya Awang Faroek berulangkali melancarkan pertanyaan reflektif soal paradoks keterbatasan energi daerahnya selaku pemasok energi, mungkin pemerintah pusat bisa memotret persoalan dari perspektif non blok Mahakam. Misalnya memilah tumpukan persoalan kelistrikan yang menjadi salah satu tuntutan Awang Faroek ke sektor batubara. Sebagaimana diketahui perusahaan PKP2B telah berkordinasi dengan PLN untuk mendorong bertumbuhnya pembangkit mulut tambang. Maka dalam konteks ini barangkali Menteri ESDM perlu segera berkordinasi dengan PLN untuk menstimulus percepatan pembangunan pembangkit listrik di wilayah Kaltim.
Pemerintah melalui PLN juga mesti mendengar kritik Awang soal lambatnya pembangunan pembangkit listrik berbasis air yang potensinya besar di wilayah tersebut. Begitu juga menyelesaikan mandegnya proyek Independent Power Producer di wilayah tersebut akibat regulasi yang belum efektif.
Selain itu dalam konteks kehutanan dan perkebunan Pemerintah Pusat bisa segera melakukan kordinasi dan supervisi serta segra menyelesaikan persoalan yang diajukan Awang. Misalnya mengatasi kerusakan ekosistem yang ditimbulkan oleh aktivitas bisnis pertambangan dan perkebunan. Hal ini bisa diwujudkan dengan mengontrol program reklamasi serta penindakan terhadap pengusaha yang tidak memenuhi kewajibannya.
Menunggu kontrak dengan pihak asing di Blok Mahakam pada tahun 2017 tentu masih membutuhkan kajian serta pendiskusian yang panjang. Meski demikian titik kritik Awang sebenarnya sudah bisa mulai diurai dari sisi lain terutama soal penyediaan listrik di luar isu Blok Mahakam.