Kalau diingat, dan memang pantas diingat, seluruh perjalanan melelahkan itu terbayar dengan semangat kami untuk bertemu dengan adik-adik SDN Balesari 5. Dan bukan Kelas Inspirasi namanya, apabila tidak memberikan kesan luar biasa, untuk diceritakan kembali, kembali, dan kembali. Berkumpul di penginapan, 2 relawan lainnya yang menyusul juga sudah tiba. 14 orang berkumpul, sebagian bahkan belum pernah bertemu sama-sekali, namun kami mencair dan bersemangat mempersiapkan apa yang kurang untuk pelaksanaan hari Inspirasi keesokan harinya.
Upacara!! Saya senang mengikuti upacara, tetapi bukan saat SD dan menjadi peserta. Melainkan saat-saat seperti ini, di mana terlihat beberapa tipe anak yang selalu ada. Beberapa diantaranya, adanya mereka yang belepotan bedak, rambut basah dan dikuncir, serta mereka-mereka yang tidak bisa diam saat upacara. Tengok kiri-kanan, depan-belakang, atas-bawah, dan mungkin bertanya-tanya ini sekelompok “bapak dan ibu guru” yang super duper ketje ini sebenarnya mau ngapain siiiiih.
Lalu sebelum kelas dimulai lagi-lagi saya dibuat senyam-senyum oleh murid-murid sehari saya ini. salah satu murid yang sedang saya ajak ngobrol memberanikan diri memegang tangan saya dan membaliknya. Lalu tersenyum dan bilang, “ibu putih”. Tanpa mengecilkan diri sendiri sang anak lalu melihat tangannya sendiri dan tersenyum geli. Hahaha. Mungkin setelah hari inspirasi usai mereka yang tidak bisa mengingat nama dan profesi saya, pada akhirnya akan mengingat saya sebagai “Ibu guru putih”.
Mengawali kelas bersama mereka yang berada di kelas 2, dan kelas 1, saya yang belajar dari pengalaman sebelumnya dan hasil sharing bersama teman-teman KI, memutuskan untuk mengajak mereka “bermain”. Bermain yang melatih bagaimana mereka berkomunikasi satu dengan yang lainnya. “Komunikata”, permainan itu disebut.
Adik-adik satu kelas dibagi dalam beberapa kelompok dalam jumlah yang sama, dan orang pertama akan menerima kartu dengan keterangan warna dan angka, mereka harus mengingat warna dan angka itu, untuk selanjutnya dibisikkan kepada teman di belakang mereka. Yaaaaa, berjalan dengan cukup baiklah kegiatan komunikata pagi itu. Namanya juga anak-anak ya, dari depan warna kuning, sampai orang paling belakang bisa berubah warna entah berapa kali.
Materi yang berbeda saya siapkan untuk mereka di kelas yang lebih besar, yakni kelas 3, 4, 5, dan 6. Iyaaa banget, kalau ada yang nanya kok ngajarnya di semua kelas kak. Well, karena pertimbangan jumlah murid yang akan terlalu sedikit dan jam belajar, kelas 3 dan 4, serta 5 dan 6, diputuskan untuk digabung menjadi 2 kelas saja.
Untuk kelas yang lebih besar ini, saya menggelar “simulasi” proses pemberitaan. Ada yang berpura-pura menjadi pembawa acara, moderator, wartawan, cameramen, serta videographer. Semua lengkap dengan mic, kamera foto, dan kamera video (yang tentu saja dibuat sendiri dengan jari-jemari handal ini).
Dari sini bisa dilihat mana mereka yang mempunyai inisiatif mengambil tindakan, banyak berbicara, aktif bertanya, memperhatikan, dan juga mereka yang hanya sekedar menunjuk temannya saat ada pendelegasian tugas. Saya senang, saya merasa bahagia. Diawali dengan upacara, mengajar 4 kelas, lalu closing ceremony yang juga cukup menguras energy, tidak menyurutkan semangat panitia untuk sedikit “bersenang-senang”.