Mohon tunggu...
Selvi Anggrainy
Selvi Anggrainy Mohon Tunggu... Produser -

#IAMUNITED | a Writer who loves to Read and Watch | journalist as in passion| in love with Photography and Travelling | Chocoholic | Coffee and Tea Addict | Food Lover | great Thinker :) http://selvianggrainy.tumblr.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Melangkah di Kelas Inspirasi; Memetik Inspirasi

16 November 2016   20:31 Diperbarui: 16 November 2016   20:37 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau diingat, dan memang pantas diingat, seluruh perjalanan melelahkan itu terbayar dengan semangat kami untuk bertemu dengan adik-adik SDN Balesari 5. Dan bukan Kelas Inspirasi namanya, apabila tidak memberikan kesan luar biasa, untuk diceritakan kembali, kembali, dan kembali. Berkumpul di penginapan, 2 relawan lainnya yang menyusul juga sudah tiba. 14  orang berkumpul, sebagian bahkan belum pernah bertemu sama-sekali, namun kami mencair dan bersemangat mempersiapkan apa yang kurang untuk pelaksanaan hari Inspirasi keesokan harinya.

20161110073025-582c5e5c4723bdf9038b45a3.jpg
20161110073025-582c5e5c4723bdf9038b45a3.jpg
Pagi tiba, dan saya terheran saat pukul 4.30 pagi di kawasan ngajum ini, matahari sudah memberikan semburat warna dan kehangatannya. Alhasil, bangun terlalu pagi ini namanya mah. Dengan 8 orang relawan wanita (termasuk di dalamnya dokumentator, pengajar, dan fasil), dan 1 kamar mandi yang juga digunakan bergantian oleh sang pemilik rumah dan keluarga, bangun pagi menjadi cukup ampuh supaya tidak mengantri terlalu lama untuk membersihkan diri. Yeeaayyyy!!! Dengan bekal perut kosong, lantaran sarapan tidak bisa disiapkan terlalu pagi, kami semua berangkat ke sekolah dengan riang. Bahkan sebagian terkena demam panggung, dan sakit peruuuut. Hahahahaha. Kalau saya demam panggung, paling diem-diem terus mual dan ogah diajak ngomong.

Upacara!! Saya senang mengikuti upacara, tetapi bukan saat SD dan menjadi peserta. Melainkan saat-saat seperti ini, di mana terlihat beberapa tipe anak yang selalu ada. Beberapa diantaranya, adanya mereka yang belepotan bedak, rambut basah dan dikuncir, serta mereka-mereka yang tidak bisa diam saat upacara. Tengok kiri-kanan, depan-belakang, atas-bawah, dan mungkin bertanya-tanya ini sekelompok “bapak dan ibu guru” yang super duper ketje ini sebenarnya mau ngapain siiiiih. 

Lalu sebelum kelas dimulai lagi-lagi saya dibuat senyam-senyum oleh murid-murid sehari saya ini. salah satu murid yang sedang saya ajak ngobrol memberanikan diri memegang tangan saya dan membaliknya. Lalu tersenyum dan bilang, “ibu putih”. Tanpa mengecilkan diri sendiri sang anak lalu melihat tangannya sendiri dan tersenyum geli. Hahaha. Mungkin setelah hari inspirasi usai mereka yang tidak bisa mengingat nama dan profesi saya, pada akhirnya akan mengingat saya sebagai “Ibu guru putih”.

ki-malang-4-jpg-582c5ea0947e6130078b4593.jpg
ki-malang-4-jpg-582c5ea0947e6130078b4593.jpg
Menariknya Kelas Inspirasi Malang ini, adalah mereka tidak membuat saya “terlalu” kewalahan seperti saat saya menghadapi adik-adik di KI Jakarta. Tidak ada mereka yang “hobby” berteriak di kelas, dan berkata kasar. Adik-adik SD di Malang ini cenderung lebih kalem dibanding mereka yang berada di ibukota Negara kita tercintaaaaaah, yakni Jakarta. 

Mengawali kelas bersama mereka yang berada di kelas 2, dan kelas 1, saya yang belajar dari pengalaman sebelumnya dan hasil sharing bersama teman-teman KI, memutuskan untuk mengajak mereka “bermain”. Bermain yang melatih bagaimana mereka berkomunikasi satu dengan yang lainnya. “Komunikata”, permainan itu disebut. 

Adik-adik satu kelas dibagi dalam beberapa kelompok dalam jumlah yang sama, dan orang pertama akan menerima kartu dengan keterangan warna dan angka, mereka harus mengingat warna dan angka itu, untuk selanjutnya dibisikkan kepada teman di belakang mereka. Yaaaaa, berjalan dengan cukup baiklah kegiatan komunikata pagi itu. Namanya juga anak-anak ya, dari depan warna kuning, sampai orang paling belakang bisa berubah warna entah berapa kali.

Materi yang berbeda saya siapkan untuk mereka di kelas yang lebih besar, yakni kelas 3, 4, 5, dan 6. Iyaaa banget, kalau ada yang nanya kok ngajarnya di semua kelas kak. Well, karena pertimbangan jumlah murid yang akan terlalu sedikit dan jam belajar, kelas 3 dan 4, serta 5 dan 6, diputuskan untuk digabung menjadi 2 kelas saja. 

Untuk kelas yang lebih besar ini, saya menggelar “simulasi” proses pemberitaan. Ada yang berpura-pura menjadi pembawa acara, moderator, wartawan, cameramen, serta videographer. Semua lengkap dengan mic, kamera foto, dan kamera video (yang tentu saja dibuat sendiri dengan jari-jemari handal ini). 

Dari sini bisa dilihat mana mereka yang mempunyai inisiatif mengambil tindakan, banyak berbicara, aktif bertanya, memperhatikan, dan juga mereka yang hanya sekedar menunjuk temannya saat ada pendelegasian tugas. Saya senang, saya merasa bahagia. Diawali dengan upacara, mengajar 4 kelas, lalu closing ceremony yang juga cukup menguras energy, tidak menyurutkan semangat panitia untuk sedikit “bersenang-senang”.

20161109211336-582c5ef1f49673f009e061bb.jpg
20161109211336-582c5ef1f49673f009e061bb.jpg
Di setiap kelas, saya juga mewajibkan mereka untuk menulis cita-cita mereka di selembar daun (stiker daun) tentu saja, dan ditempelkan di pohon cita-cita. Tentu saja pohon cita-cita ini, untuk membuat mereka percaya dan yakin bahwa mereka bisa meraih cita-cita apapun yang mereka inginkan. Ooh iya, beberapa perbedaan lagi adik-adik di Malang dengan adik-adik yang di Jakarta adalah mereka mempunyai cita-cita lebih sederhana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun