Mohon tunggu...
Selvia Indrayani
Selvia Indrayani Mohon Tunggu... Guru - Guru, penulis, wirausaha, beauty consultant.

Pengajar yang rindu belajar. Hanya gemar memasak suka-suka serta membukukan karya dalam berbagai antologi. Sesekali memberi edukasi perawatan diri terutama bagi wanita.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hindari Panic Buying yang Menyebabkan Kelangkaan dan Melambungnya Harga Barang

4 Juli 2021   21:07 Diperbarui: 4 Juli 2021   22:37 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar video pembelian produk hingga berebut di salah satu ritel modern

Baru-baru ini viral unggahan video di media sosial tentang masyarakat yang menyerbu Bear Brand di salah satu ritel modern. Bahkan hal ini sempat menjadi trending topik di Twitter pada Sabtu, 3 Juli 2021.

Kejadian ini mirip dengan setahun lalu, saat corona baru merebak di negeri ini. Harga masker 1 boks bisa mencapai ratusan ribu. Harga hand sanitizer pun melambung berkali-kali lipat. 

Di saat pandemi melanda negeri ini, siapa sih yang tidak ingin sehat? Berbagai hal dilakukan demi tetap bisa sehat dan kembali beraktivitas normal. Sayangnya ada hal-hal yang memicu manusia bisa melakukan hal-hal di luar nalar dan menimbulkan panic buying.

Berikut ini beberapa hal yang menjadi pemicu Panic Buying, antara lain:

1. Rasa takut tidak dapat memenuhi kebutuhan

Di masa pandemi ini, makanan dan kesehatan dianggap sebagai kebutuhan utama. Tidak heran jika pembelian makanan, suplemen kesehatan, dan masker tetap berjalan. Akhirnya berbondong-bondong orang membeli produk walaupun belum tentu digunakan semua dalam waktu dekat.

2. Sikap emosional saat mengambil keputusan

Keinginan membeli barang yang terjadi secara spontan bisa menyebabkan Panic Buying. Padahal mungkin ada hal utama yang mendesak dan seharusnya dibeli. 

3. Latah melihat keadaan

Melihat orang lain berbondong-bondong membeli suatu produk, pastinya menimbulkan tanda tanya. Padahal belum tentu butuh juga. Intinya merasa tenang sudah sama seperti orang-orang itu. Kalau ditanya, bisa jawab juga,"Aku sudah punya." 

4. Kurangnya pemahaman terhadap suatu produk

Pemahaman yang kurang terhadap suatu produk bisa menjadi salah satu pemicu panic buying. Merasa produk itu penting, dibutuhkan, dan memiliki khasiat lebih baik daripada yang lain. Padahal bisa juga ini adalah suatu strategi pemasaran. 

5. Memiliki uang berlebih

Memiliki uang berlebih menjadi poin penting terjadinya panic buying. Jika tidak ada uang untuk membeli, pasti akan diam saja. 

Sayangnya hal-hal seperti ini sering dimanfaatkan oleh mereka pemburu keuntungan. Dari semula harga normal, akhirnya dijual berlipat ganda dari tangan pertama hingga ke konsumen akhir.

Sadar atau tidak sadar, panic buying menimbulkan kerugian pada diri sendiri, antara lain:

1. Membeli barang dalam jumlah banyak dan belum tentu terpakai semua

2. Anggaran untuk hal utama bisa saja teralihkan untuk membeli barang yang dianggap langka

3. Membeli produk dengan harga yang lebih mahal dan bisa saja di luar kewajaran sehingga menambah pengeluaran

4. Menimbulkan rasa kuatir atau resah jika tidak memiliki barang dan bisa memengaruhi orang lain

5. Saat berebutan barang bisa saja terjadi perkelahian sesama konsumen

Nah, masalahnya kita sebagai warga negara Indonesia apakah mau ikut-ikutan panic buying di tengah perjuangan melawan pandemi? Bayangkan saja jika pasien covid berpikir harus mendapatkan suatu produk demi kesembuhannya. Ternyata, dia tidak  bisa mendapatkan produk yang dicari. Akhirnya hatinya bisa menjadi makin gelisah dan menyebabkan imun menurun. Kasihan bukan?

Belajar dari kejadian awal pandemi, apakah kita masih mau terjebak dalam panic buying hingga saat ini? Belum kapok juga dengan pembelajaran harga masker yang mencapai ratusan ribu itu?

Menyikapi kejadian ini, hukum ekonomi berlaku. Saat permintaan banyak, stok barang sedikit, harga pasti naik. Siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan? Mari berpikir sejenak dan mengambil sikap agar tidak terjebak dalam panic buying. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun