Baru-baru ini viral unggahan video di media sosial tentang masyarakat yang menyerbu Bear Brand di salah satu ritel modern. Bahkan hal ini sempat menjadi trending topik di Twitter pada Sabtu, 3 Juli 2021.
Kejadian ini mirip dengan setahun lalu, saat corona baru merebak di negeri ini. Harga masker 1 boks bisa mencapai ratusan ribu. Harga hand sanitizer pun melambung berkali-kali lipat.Â
Di saat pandemi melanda negeri ini, siapa sih yang tidak ingin sehat? Berbagai hal dilakukan demi tetap bisa sehat dan kembali beraktivitas normal. Sayangnya ada hal-hal yang memicu manusia bisa melakukan hal-hal di luar nalar dan menimbulkan panic buying.
Berikut ini beberapa hal yang menjadi pemicu Panic Buying, antara lain:
1. Rasa takut tidak dapat memenuhi kebutuhan
Di masa pandemi ini, makanan dan kesehatan dianggap sebagai kebutuhan utama. Tidak heran jika pembelian makanan, suplemen kesehatan, dan masker tetap berjalan. Akhirnya berbondong-bondong orang membeli produk walaupun belum tentu digunakan semua dalam waktu dekat.
2. Sikap emosional saat mengambil keputusan
Keinginan membeli barang yang terjadi secara spontan bisa menyebabkan Panic Buying. Padahal mungkin ada hal utama yang mendesak dan seharusnya dibeli.Â
3. Latah melihat keadaan
Melihat orang lain berbondong-bondong membeli suatu produk, pastinya menimbulkan tanda tanya. Padahal belum tentu butuh juga. Intinya merasa tenang sudah sama seperti orang-orang itu. Kalau ditanya, bisa jawab juga,"Aku sudah punya."Â
4. Kurangnya pemahaman terhadap suatu produk
Pemahaman yang kurang terhadap suatu produk bisa menjadi salah satu pemicu panic buying. Merasa produk itu penting, dibutuhkan, dan memiliki khasiat lebih baik daripada yang lain. Padahal bisa juga ini adalah suatu strategi pemasaran.Â
5. Memiliki uang berlebih
Memiliki uang berlebih menjadi poin penting terjadinya panic buying. Jika tidak ada uang untuk membeli, pasti akan diam saja.Â
Sayangnya hal-hal seperti ini sering dimanfaatkan oleh mereka pemburu keuntungan. Dari semula harga normal, akhirnya dijual berlipat ganda dari tangan pertama hingga ke konsumen akhir.
Sadar atau tidak sadar, panic buying menimbulkan kerugian pada diri sendiri, antara lain:
1. Membeli barang dalam jumlah banyak dan belum tentu terpakai semua
2. Anggaran untuk hal utama bisa saja teralihkan untuk membeli barang yang dianggap langka
3. Membeli produk dengan harga yang lebih mahal dan bisa saja di luar kewajaran sehingga menambah pengeluaran
4. Menimbulkan rasa kuatir atau resah jika tidak memiliki barang dan bisa memengaruhi orang lain
5. Saat berebutan barang bisa saja terjadi perkelahian sesama konsumen
Nah, masalahnya kita sebagai warga negara Indonesia apakah mau ikut-ikutan panic buying di tengah perjuangan melawan pandemi? Bayangkan saja jika pasien covid berpikir harus mendapatkan suatu produk demi kesembuhannya. Ternyata, dia tidak  bisa mendapatkan produk yang dicari. Akhirnya hatinya bisa menjadi makin gelisah dan menyebabkan imun menurun. Kasihan bukan?
Belajar dari kejadian awal pandemi, apakah kita masih mau terjebak dalam panic buying hingga saat ini? Belum kapok juga dengan pembelajaran harga masker yang mencapai ratusan ribu itu?
Menyikapi kejadian ini, hukum ekonomi berlaku. Saat permintaan banyak, stok barang sedikit, harga pasti naik. Siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan? Mari berpikir sejenak dan mengambil sikap agar tidak terjebak dalam panic buying.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI