Sejak 2023 pemerintah melalui Kementrian Kesehatan sudah menebar jentik nyamuk ber bakteri wolbachia yang dikatakan mampu menekan angka kesakitan akibat DBD di Indonesia.Â
Mentri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan "Sudah jelas sekali hasil studi AWED begitu wolbachia disebar DBD turun. Jadi secara data, secara sains, secara fakta, sudah jelas. Itu sebabnya kemudian Kemenkes yakin kita terapkan ini (wolbachia)". Apakah benar ada nyamuk yg baik, sedangkan semua orang tentu tidak mau digigit nyamuk.
Namun, sebelum itu perlu kita ketahui terlebih dahulu apa itu Wolbachia?
Wolbachia merupakan salah satu genus bakteri yang hidup sebagai parasit pada hewan antrophoda dan secara ilmiah dapat menularkan ke lebih dari setengah spesies serangga. Bakteri ini tidak terdapat pada nyamuk Aedes Aegypti yang selama ini dikenal sebagai vektor penularan virus dengue. Ketika nyamuk betina wolbachia ini kawin dengan nyamuk jantan yang tidak ber-wolbachia hingga seluruh telur akan menetas, maka telur-telur tersebut juga akan mengandung bakteri wolbachia.
Program pelepasan nyamuk wolbachia ini banyak menuai kontra dan penolakan dari masyarakat bahkan ada beberapa pihak mengirimkan somasi kepada kementerian kesehatan hal ini diakibatkan banyaknya hoax yang beredar di media sosial, sehingga menyebabkan kekhawatiran dan kesalahpahaman dikalangan masyarakat. Beberapa hoax yang menjadi kontroversial diantaranya:
1. Nyamuk Wolbachia merupakan hasil rekayasa genetik yang dapat menyebarkan virus genosida/LGBT
Hal mengejutkan datang dari sebuah postingan Facebook yang menyebarkan hoaks tentang nyamuk ber-Wolbachia ini. Seseorang tersebut mengatakan, nyamuk ber-Wolbachia membawa virus yang membentuk genetik lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau biasa disebut LGBT.
"Penyebaran nyamuk wolbachia adalah misi bill gates sebagai bapak LGBT sedunia,utk membentuk genetik LGBT melalui nyamuk tsb," tulisnya.
Tentu ini adalah hoaks! Riris Andono Ahmad, peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM), telah melakukan penelitian Wolbachia selama lebih dari 10 tahun. Ia memastikan bahwa tidak ada rekayasa genetik yang dilakukan terhadap bakteri maupun nyamuk tersebut.
2. Nyamuk Wolbachia penyebar infeksi Japanese Enchephalitis/radang otakÂ
Beredar unggahan di media sosial yang menyebutkan nyamuk wolbachia menimbulkan penyakit radang otak atau Japanese encephalitis.
Berikut komentar mengenai nyamuk wolbachia dalam unggahan tersebut:
"KAMI MENOLAK...!!!
Apa mau negara ni ya pake sebar-sebar nyamuk apa, saya secara pribadi menolak penyebaran nyamuk wolbachia. Efeknya sangat berbahaya bisa menimbulkan penyakit lain seperti penyakit radang otak Japanese Encephalitis."
Faktanya:
Radang otak yang dimaksud adalah penyakit yang penyebabnya itu beda bukan bakteri Wolbachia penyebabnya adalah Japanese Encephalitis virus dan nyamuknya juga bukan Aedes aegypti melainkan nyamuk kulex.
Jadi tidak ada kaitan antara keduanya karena agent maupun jenis nyamuknya juga berbeda.
3. Teknologi Nyamuk Wolbachia Dikendalikan sebagai Senjata Pembunuh Manusia
Sebuah unggahan yang beredar di media sosial di TikTok menyebutkan bahwa nyamuk Wolbachia dapat dikendalikan dengan sistem digital dan dikendalikan oleh gelombang untuk mengintai manusia. Mereka menyebutkan bahwa nyamuk adalah senjata untuk membunuh rakyat Indonesia.
Wolbachia melumpuhkan virus demam berdarah di tubuh nyamuk Aedes aegypti sehingga tidak menular ke manusia. Bakteri wolbachia juga tidak menyebabkan penyakit pada manusia. Kementerian Kesehatan membantah klaim yang menghubungkan nyamuk Wolbachia dengan cerita tentang senjata pembunuh manusia, digitalisasi, dan implantasi chip.
Dengan demikian, teknologi nyamuk Wolbachia dikendalikan sebagai senjata pembunuh manusia adalah tidak benar dengan kategori Konten yang Menyesatkan.
Konspirasi yang banyak bermunculan di internet ini merupakan hal yang wajar karena teknologi baru akan menimbulkan kekhawatiran tertentu. Tetapi alangkah baiknya apabila kekhawatiran tersebut tidak kemudian disebarkan dalam bentuk hoax yang berdasarkan teori konspirasi.
Jika berita hoax tentang Wolbachia terus saja menyebar, sebaiknya pemerintah dapat melakukan beberapa tindakan untuk menangani penyebaran berita hoax, antara lain:
1.Menjadi verifikator: Pemerintah dapat mengambil peran sebagai penengah dalam waktu sesegera mungkin, dalam hal ini sebagai verifikator, baik lewat akun resmi pemerintah maupun akun yang bisa diajak bekerja samaÂ
2.Menggunakan UU ITE: Revisi UU ITE yang baru saja berlaku sebenarnya dapat menjadi landasan hukum untuk menjerat tidak hanya pembuat berita hoax, tetapi juga mereka yang menyebarkannyaÂ
3.Menggunakan media sosial: Pemerintah dapat menggunakan media sosial untuk menyebarkan informasi yang benar dan memerangi berita hoax.
Selain itu, sebagai warga Indonesia yang bijak sebaiknya kita menelusuri terlebih dalam tentang sebuah berita dan kita harus benar benar mencari tahu fakta dari berita tersebut, agar tidak termakan berita hoax.
Oleh Kelompok 1:
- Selvia (G1D122108)
- Delfia Dwi Ananta(G1D122014)
- Aisyah Asylah Ranjani (G1D122096)
- Alyasha Shaghira (G1D122109)
- Nakhlatul Aisya (G1D122030)
- Rani Lonika Sitorus (G1D122031)
- Nita N. Simanjuntak (G1D122032)
- Siti Salma Arsyad (G1D122065)
- Putri Julia Handayani (G1D122226)
- Annisa Dianty (G1D122207)
- Faza Jirati Zajrah (G1D122219)
- Irvan Afianto (G1D122162)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H