"Ya cuma satu sayang" rujuk Ucok.
"Ya dah kamu mau ngomong apa bang?"
"Eh kamu jadi berhenti kerja dan pulang kampung ya sayang?"
"Ya sih rencananya gitu bang, nenekku sedang sakit, aku gak tega, aku mau merawatnya dulu, aku berhutang budi padanya, dia yang mengasuhku sejak kecil"Â
"Hmmm ya ok deh kalau itu yang ingin kamu lakukan, aku dukung sepenuhnya. Untuk masalah kita, gini sayang, kemarin aku dah bicara sama mamak dan bapak tentang hubungan kita dan juga hubungan dengan paribanku" Ucok memulai pembicaraan seriusnya.
"Lalu apa keputusan abang?" Sasha khawatir mendengar berita buruk, sebab dia tahu mamak Ucok tidak suka sama dia. Tapi dia pasrah andai keluarga Ucok tidak mau menerima dia sebagai menantu. Apalagi Ucok punya pariban yang masih tinggal di Medan sana.
"Yah setelah kami berunding dengan tulang lewat telepon, akhirnya aku memutuskan mau menikah dengan paribanku" jawaban Ucok membuat Sasha sedih,meski sebelumnya dia sudah menebak bahwa akan sulit mempertahankan hubungan cintanya dengan Ucok kerena ada kendala dari keluarganya.
Ucok memandang Sasha, di rengkuhnya tubuh Sasha yang mulai terisak.
"Aku harus menikah dengan paribanku Sha, jangan sedih "
"Gimana aku nggak sedih bang?" tangis Sasha makin keras, tak dihiraukannya para pengumpul sadapan karet yang berlalu dihadapannya dengan pandangan keheranan.
"Sha nggak usah nangis" bujuk Ucok."Senyumlah!. kamu jelek kalau nangis gitu ah" lanjutnya sambil mengusap air mata Sasha.