tatkala waktu kepulanganku tiba
termenung
menunggu di peron besi, sendiri
senja makin menguap
namun kereta belumlah nampak lokonya
semakin aku terbawa kelam
yang melambat menutupi jingga di ufuk barat
tiba sebuah kereta tanpa suara
aku longokkan kepala
membaca daftar penumpang di sisi pintu gerbong
satu-satunya gerbong yang ada
tak kutemukan namaku di sana
kereta berangkat kembali
tinggalkan aku yang tercenung sepi
malam sudah jatuh di ambang semesta
satu kereta mendekat sudah
kondektur gagah dan tampan turun
sekilas melihat ke arahku lalu melambai
aku mendekat dalam harap dan cemas yang entah
"benarkah saat ini kepulanganku?"
kondektur bertanya namaku
aku jawab saja dengan lantang dan jelas
matanya mengerinyit
"anda bukan penumpang kereta ini, nyonya"
aku meragu
"lalu kirakira kapan kau akan bawaku pulang?"
kondektur tampan tersenyum, manis
"mungkin setelah ingin terbesarmu terwujud, kami akan membawamu ke rumah kekalmu"
kondektur meloncat masuk ke gerbong
kereta melaju secepat kilat
tinggalkanku dalam harap dan cemas yang entah
aku harus kembali
pada rumah persinggahan
tempatku menanti takdir
otakku kuperas
"apa ingin terbesarku selain menjumpai Mu Tuhan?"
kembali, aku harus bersabar
menanti jadwal kepulanganku
****
*puri, 8 11 14*
ilustrasi gambar : Suri Nathalia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H