Berkendara sejauh yang kau mampu,
nikmati dunia dengan cara berbeda.Â
Itulah motto hidup Kaluna, seorang gadis 17 tahun penggemar kendaraan bermotor. Ia terinspirasi dari Ayahnya yang juga tergabung dalam kelompok anak motor.Â
Merayakan ulang tahunnya yang ke 17 sekaligus resmi mendapatkan SIM, ayahnya mewariskan motor kesayangan beliau kepada Kaluna.Â
Katanya, "meskipun motor ini usianya lebih tua dari kamu, tapi kekuatan mesinnya masih gaspol." Kaluna adalah anak satu-satunya, sehingga tidak heran jika sejak kecil ayahnya mengajarkan berbagai macam seluk beluk tentang motor dan cara merawatnya.Â
Meskipun diperlakukan layaknya anak laki-laki sejak kecil, Kaluna tumbuh sebagai gadis yang anggun dan tampilannya sangat feminin.Â
Jika tidak mengenalnya lebih dekat, pasti siapapun tidak akan mengira bahwa gadis cantik ini adalah penggila otomotif motor. Di sekolah ia tidak memiliki teman yang bisa diajak ngobrol tentang motor. Ia juga merasa malu jika anak laki-laki menganggapnya aneh karena kesukaannya yang berbeda dari gadis remaja pada umumnya.
Apalagi motor yang digunakan adalah motor jadul. Makin dianggap tidak keren oleh teman-teman sekolah, begitu isi kepalanya. Hingga suatu saat ia bertemu dengan Arsa, anak baru di kelasnya.
Arsa adalah murid pindahan dari kota besar. Ia masih merasa canggung dan cenderung menyendiri. Secara fisik, cukup oke berpotensi terkenal di kalangan murid perempuan.Â
Namun, sifatnya yang dingin dan mengabaikan lingkungan sekitar membuat murid-murid lain enggan untuk mendekatinya.
Suatu hari, ia sengaja berlama-lama di dalam kelas supaya tidak bertemu dengan gerombolan para murid yang berhamburan keluar kelas untuk pulang. Hari itu ia tidak dijemput, sehingga terpaksa pulang sendiri.Â
Masalahnya, ia belum mengenal area sekitar sekolah dan rute pulang ke rumah jika menggunakan transportasi umum. Handphone juga lowbat, sehingga tidak bisa memesan ojek online.Â
"Tet...Tet," bunyi suara klakson motor. "Kok belum pulang?", tanya Kaluna. "Lagi nunggu jemputan", balas Arsa. "Tumben telat jemputannya. Yakin kamu akan dijemput?", kata Kaluna menimpali.Â
Kaluna bekerja paruh waktu sebagai petugas admin perpustakaan. Jadi, setiap hari ia adalah murid terakhir yang keluar dari sekolah. Makanya kenapa ia dengan sigap mengetahui bahwa Arsa sedang membutuhkan bantuan. Â
"Lo pulang ke arah mana?," Arsa sengaja mengalihkan pembicaraan. "Ah elah, udah sini naik. Aku anterin pulang. Tolak kebaikan itu ga baik loh", Kaluna menjawab dengan nada bercanda.Â
Akhirnya, Arsa tidak bisa menolak dan menerima tawaran Kaluna. Sejujurnya ia sedikit malu dibonceng oleh perempuan. Namun, tidak semudah itu bagi Kaluna untuk membolehkan motornya dikendarai oleh orang lain selain Ayah.Â
Untuk mencairkan suasana, Kaluna bertanya "kamu bisa mengendarai motor atau mobil?." Arsa hanya diam dan meminimalisir komunikasi dengan Kaluna. Hingga sampai di tujuan, Arsa hanya mengucapkan terima kasih dan berlalu masuk ke rumahnya. "Cowok aneh", batin Kaluna.Â
Besoknya di sekolah, saat jam istirahat. Kaluna sedang makan batagor di bangku taman sekolah. Tiba-tiba Arsa menghampiri sambil membawa chocolate milkshake.Â
"Nih, ucapan terima kasih gue atas kebaikan lo kemarin", bicaranya ketus. "Bisa ga sih, kalau mau mengucapkan terima kasih, suaranya tuh yang lembut dan selow gituh. Kan lebih enak didengar. Terima kasih ya minumannya", balas Kaluna sambil senyum tipis.Â
"Iya, dengan senang hati", kemudian Arsa pergi meninggalkan Kaluna. Setelah pertemuan siang itu, Kaluna menjadi lebih sering menyapa Arsa dan terkadang mengajaknya ngobrol. Meskipun respon Arsa masih sangat minim, hanya satu dua kata.Â
Satu bulan berlalu. Saat pulang sekolah, Kaluna dikejutkan dengan Arsa yang sedang duduk disamping motornya. Wajahnya berubah bingung dan terkejut saat melihat Arsa.Â
Kaluna merasa sangat curiga dan muncul beragam prasangka di kepalanya. Wajah Arsa tanpa ekspresi menambah kecanggungan diantara keduanya.Â
"Ada kafe yang pengen gue datengin, tapi gue ga ada temen. Lo mau temenin gue ga? Tenang, gue yang traktir", kata Arsa memecahkan keheningan. Kaluna hanya mengangguk-angguk dengan wajah lebih terkejut sekaligus bingung. Arsa saat itu sangat berbeda dari biasanya.
Sesampainya di kafe, mereka memesan makan dan minum. Arsa menambah cemilan kentang goreng, kesukaannya. "Jadi, ada yang bisa aku bantu?", Kaluna membuka percakapan.Â
"Makan aja dulu. Lo belum makan siang kan?", lagi lagi Arsa tampak mengalihkan pembicaraan. Setelah selesai makan, Arsa mulai menjalankan maksudnya.Â
"Gue butuh teman cerita. Lo tau ga kenapa gue pindah ke sini?". Kalimat Arsa tersebut mengawali serangkaian cerita panjang mulai dari tempat tinggalnya yang dulu hingga ia sekarang tinggal di sini.Â
Intinya, ada masalah dalam keluarga sehingga ia harus tinggal terpisah dengan adik yang ia sayangi. Teman-temannya di tempat yang dulu, tidak ada yang peduli dengan masalahnya. Itulah kenapa ia tidak berminat untuk berteman lagi, sampai ia bertemu dengan Kaluna. Ia merasa sendiri dan kesepian.Â
Bahkan yang paling menyakitkan adalah motor kesayangan yang ia beli dengan jerih payah kerjanya sendiri, sengaja dihancurkan oleh Ayahnya yang sedang emosi dengan masalah pernikahan. Arsa semakin sedih karena komunikasi dengan adiknya terputus.Â
Kaluna hanya mendengarkan Arsa hingga ia selesai bicara. Kaluna sekarang jadi mengerti, mengapa Arsa bersikap dingin dan cuek terhadap teman-teman di kelas. Padahal sekilas saat bertemu pertama kali, Kaluna berpikir bahwa Arsa bukan orang yang sulit untuk mendapatkan teman.Â
Situasi dan keadaan yang tidak menguntungkan bagi Arsa, telah mengubahnya menjadi pribadi yang jauh berbeda dari dirinya dahulu.Â
"Hari minggu ini, Aku mau trip motoran keliling kota aja, tapi lumayan ke daerah pinggiran sih. Mau ikut?", Kaluna berharap mengajak Arsa berkeliling bisa membuatnya merasa lebih baik.Â
"Boleh, tapi lu yang dibonceng. Gimana?"
"Hmmmm... kalo sampe motor kesayangan aku kenapa-napa, nyawa kamu gantinya", Kaluna memberikan pandangan sinis. Mereka berdua pun saling bertukar kontak telepon untuk saling berkabar lebih lanjut. Setelah nongkrong cukup lama, mereka pulang ke rumah masing-masing.Â
Hari minggu tiba. Tepat pukul 7 pagi, Arsa mendatangi rumah Kaluna.Â
"Selamat pagi Om. Saya Arsa, temannya Kaluna", katanya menyapa Ayah yang sedang duduk menikmati secangkir kopi di bangku taman depan rumah.Â
"Selamat pagi. O, ini toh yang namanya Nak Arsa, si kasep. Kaluna sudah cerita kalau hari ini mau trip bareng. Dimana motor Nak Arsa?", tanya Ayah.Â
"Hmmm, saya tidak punya motor om. Rencananya saya yang bonceng Kaluna", katanya sambil tersenyum kaku seperti orang salah tingkah.Â
Ayah kemudian berkata, "Luna sudah cerita sama Om. Katanya, Luna ga nyaman kalau harus boncengan sama Nak Arsa. Kan, Luna itu pecinta motor.Â
Dia sudah biasa trip sendiri sampai keluar kota. Jadi, agak aneh gitu kalau trip kali ini Luna dibonceng". Setelah Kaluna sudah siap berangkat, Ayah kemudian memanggilnya,Â
"Luna, ada satu motor lagi di belakang. Ayah pinjamkan untuk Arsa pakai hari ini. Kamu keluarin motornya dari garasi ya", Arsa terkejut dengan apa yang didengarnya.Â
"Terima kasih Om. Saya janji akan jaga motornya dengan baik. Ga akan ngebut-ngebutan di jalan Om." Ayah Kaluna tersenyum lebar melihat mereka berdua pergi. Ia senang karena akhirnya Kaluna mendapatkan teman yang punya hobi kesukaan yang sama dengan anaknya.Â
Kaluna memimpin rute perjalanan karena dia yang paling hafal dengan seluk beluk kota. Arsa mengikuti Kaluna dari belakang.Â
Pagi itu sangat cerah dan udaranya juga sejuk. Mumpung masih di dalam kota, mereka tidak lupa mengisi bensin. Setelah mengelilingi dalam kota, Kaluna memberikan komando "siap-siap setelah ini rutenya banyak yang nanjak".Â
"Oke. Siap 86", balas Arsa. Tidak terasa sudah hampir dua jam mereka berkendara. Mereka pun mencari tempat untuk makan sekaligus istirahat. Kaluna memberi tanda menepi di salah satu pandopo di puncak, warung mie favoritnya. Tidak hanya menjual mie, tapi ada banyak aneka jajanan pasar yang baru digoreng jadi bisa dinikmati selagi masih hangat.Â
Pemandangan dari pandopo tersebut bisa melihat kota secara menyeluruh dan dikelilingi oleh banyak pepohonan pinus yang rindang. Selain itu, tidak jauh dari pandopo ada sebuah pemukiman kecil.Â
Kaluna sudah berkenalan dengan beberapa masyarakat disana karena ia sering mampir di warung mereka setiap istirahat saat solo trip. Sekedar ngobrol dan berbagi cerita dengan mereka adalah bagian favorit dari kisah solo tripnya.Â
Melihat Kaluna yang luwes ngobrol dengan ibu warung, Arsa mendapatkan kesan yang lain tentang temannya itu. Ini adalah sisi lain Kaluna yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Bahkan di sekolah, Kaluna tidak seaktif ini untuk ngobrol lama dengan orang lain.Â
"Gimana, kamu suka sama pemandangannya? Kalo anak kota tuh, suka trip seperti ini juga ga sih?", tanya Kaluna.Â
"Ya, kalau geng motor gue dulu biasanya cuman buat pamer motornya doang. Ga pernah kayak gini. Mungkin ada geng motor lain, tapi dari pengalaman pribadi gue sih ga pernah ada trip kayak gini. Cuman sama lo doang nih pengalaman trip pertama gue", balasnya sambil tersenyum.Â
"Aku tuh suka solo trip soalnya efektif untuk menenangkan pikiran. Jadi, aku berharap kamu juga bisa merasakan apa yang aku rasakan. Aku ga bisa bantu banyak dengan masalah kamu kemarin. Aku sangat berterima kasih kamu mau percaya sama aku. Hmmm... by the way setelah ini aku mau ajak kamu ke spot favorit aku. Tempat yang biasanya aku datengin kalau lagi capek banget sama hidup."
Setelah satu jam beristirahat, Kaluna dan Arsa pamit untuk melanjutkan perjalanan. Matahari tambah terik, tapi tidak menyulutkan semangat mereka berdua.Â
Kurang lebih 45 menit dari tempat istirahat, akhirnya mereka tiba di spot favorit Kaluna. Sebuah tempat di puncak yang sedikit jauh dari jalan utama sekitar 1km. Setelah itu, ditempuh dengan jalan kaki kurang lebih 100m dan mereka tiba di air terjun tersembunyi.Â
"Belum banyak orang yang tau tempatnya. Sudah 3 bulan aku tau tempat ini. Makanya aku sering kemari, sebelum lokasinya jadi viral dan ramai", katanya menjelaskan.Â
"Ga nyangka gue, ternyata Kaluna yang di sekolah sangat berbeda dengan Kaluna yang gue liat sekarang. Karena sudah ada disini, pas banget gue bawa ini", Arsa mengeluarkan buku sketsa dari dalam tasnya dan mulai melukis panorama disitu.Â
Ada anak-anak kecil yang sedang berenang dan lompat dari atas tebing, Kaluna yang memotret mereka, suara air, burung, dan serangga kecil menambah kesan menyatu dengan alam.Â
Arsa merasa sangat bahagia dan damai pada saat itu. Ia sangat berterimakasih pada Kaluna karena sudah mengajaknya ke tempat yang menyenangkan. Arsa dan Kaluna banyak berbincang-bincang tentang banyak hal. Mereka tampak sangat menikmati waktu dan kecanggungan antara mereka pun mulai memudar. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H