"Ada kafe yang pengen gue datengin, tapi gue ga ada temen. Lo mau temenin gue ga? Tenang, gue yang traktir", kata Arsa memecahkan keheningan. Kaluna hanya mengangguk-angguk dengan wajah lebih terkejut sekaligus bingung. Arsa saat itu sangat berbeda dari biasanya.
Sesampainya di kafe, mereka memesan makan dan minum. Arsa menambah cemilan kentang goreng, kesukaannya. "Jadi, ada yang bisa aku bantu?", Kaluna membuka percakapan.Â
"Makan aja dulu. Lo belum makan siang kan?", lagi lagi Arsa tampak mengalihkan pembicaraan. Setelah selesai makan, Arsa mulai menjalankan maksudnya.Â
"Gue butuh teman cerita. Lo tau ga kenapa gue pindah ke sini?". Kalimat Arsa tersebut mengawali serangkaian cerita panjang mulai dari tempat tinggalnya yang dulu hingga ia sekarang tinggal di sini.Â
Intinya, ada masalah dalam keluarga sehingga ia harus tinggal terpisah dengan adik yang ia sayangi. Teman-temannya di tempat yang dulu, tidak ada yang peduli dengan masalahnya. Itulah kenapa ia tidak berminat untuk berteman lagi, sampai ia bertemu dengan Kaluna. Ia merasa sendiri dan kesepian.Â
Bahkan yang paling menyakitkan adalah motor kesayangan yang ia beli dengan jerih payah kerjanya sendiri, sengaja dihancurkan oleh Ayahnya yang sedang emosi dengan masalah pernikahan. Arsa semakin sedih karena komunikasi dengan adiknya terputus.Â
Kaluna hanya mendengarkan Arsa hingga ia selesai bicara. Kaluna sekarang jadi mengerti, mengapa Arsa bersikap dingin dan cuek terhadap teman-teman di kelas. Padahal sekilas saat bertemu pertama kali, Kaluna berpikir bahwa Arsa bukan orang yang sulit untuk mendapatkan teman.Â
Situasi dan keadaan yang tidak menguntungkan bagi Arsa, telah mengubahnya menjadi pribadi yang jauh berbeda dari dirinya dahulu.Â
"Hari minggu ini, Aku mau trip motoran keliling kota aja, tapi lumayan ke daerah pinggiran sih. Mau ikut?", Kaluna berharap mengajak Arsa berkeliling bisa membuatnya merasa lebih baik.Â
"Boleh, tapi lu yang dibonceng. Gimana?"
"Hmmmm... kalo sampe motor kesayangan aku kenapa-napa, nyawa kamu gantinya", Kaluna memberikan pandangan sinis. Mereka berdua pun saling bertukar kontak telepon untuk saling berkabar lebih lanjut. Setelah nongkrong cukup lama, mereka pulang ke rumah masing-masing.Â