Hukum merupakan ilmu pengetahuan mengenai problematika yang bersifat manusiawi, dimana kebenarannya dilihat dari sudut pandang manusia. Ilmu hukum pertama kali muncul di tengah-tengah peradaban barat.Â
Di Yunani, kedudukan negara dipandang lebih utama daripada organisasi-organisasi yang dibuat manusia. Ditemukannya hukum berawal dari peristiwa dua paham besar yang saling menyentak antara kepentingan hukum yang berdasar undang-undang dan kepentingan keadilan yang berdasar kehidupan masyarakat.Â
"Negara Indonesia adalah negara hukum", merupakan isi dari UUD 1945 Pasal 1 ayat (3). Pasal tersebut menegaskan bahwa bangsa Indonesia menjadikan hukum sebagai landasan seluruh aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Hukum berfungsi sebagai rambu pembatas bagi tindakan pemerintah dan rakyat.Â
Teori Negara Kesejahteraan: Manusia butuh kesejahteraan, di samping kehidupan yang aman, teratur dan tertib (Kranenburg, 1975)
Selaras dengannya, hukum di Indonesia dibentuk untuk mendukung tujuan kesejahteraan bangsa dan negara. Tujuan itu tertuang dalam Preambule UUD 1945 alinea ke-4, yakni pemerintahan yang melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan pelaksanaan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan.Â
Penegakan hukum di Indonesia masih bisa dikatakan lemah. Hal tersebut terlukis dalam kejadian-kejadian penyalahan hukum, baik dari lembaga penegak hukum maupun dari kitanya sendiri sebagai rakyat. Kasus-kasus semacam itu bersliweran di media dan menjadi konsumsi informasi setiap saat. Hal tersebut cukup mempengaruhi perspektif warga negara terhadap sistem hukum negeri ini.
- Produk Hukum SendiriÂ
Produk hukum diharapkan dapat memenuhi tiga unsur, yaitu Gerechtigheit (Keadilan), Zeckmaessigkeit (Kebermanfaatan), dan Sicherheit (Kepastian) untuk ditegakan. Justru sebaliknya,Â
Hukum di Indonesia ibarat tumpul ke atas tapi tajam ke bawah
Artinya, kebermanfaatan hukum yang berkeadilan hanya berlaku bagi kaum elit dan penguasa. Seolah-olah terdapat pembeda dalam kelas sosial.Â
Kasus pelanggaran hukum yang dilakukan oleh rakyat kecil lebih mudah untuk dideteksi dan dijatuhi hukuman, seperti kriminalitas oleh seorang nenek dan pemulung. Sedangkan praktek KKN sulit untuk disentuh, apalagi diberantas. Fenomena tersebut memberi kesan kalau hukum dapat diperjualbelikan sehingga menimbulkan ketidakadilan.Â
Menurut Weber, hukum memiliki sifat tegas dan memaksa yang bertujuan untuk menciptakan tatanan masyarakat yang tertib dan damai. Dalam upaya mewujudkan hukum berkeadilan di Indonesia, hukum harus ditegakan tanpa sistem tebang pilih atau memandang kelas sosial.Â
Derajat hukum yang ditegakan secara adil, terutama oleh para penguasa akan dihormati dan dihargai oleh rakyat sehingga kesadaran rakyat akan muncul dengan sendirinya dan kesejahteraan semakin terjamin.Â
- Penegak HukumÂ
Aparat penegak hukum ada di garda terdepan dalam menegakan hukum yang berlaku. Selain menjaga hukum secara fungsional, mereka juga menjadi panutan rakyat dalam bertingkah laku.Â
Tetapi tak jarang kasus pelanggaran hukum dilakukan oleh aparat penegak hukum sendiri. Contohnya, pemerkosaan remaja oleh oknum polisi, dan penyidik KPK yang jadi tersangka korupsi. Hal tersebut menandakan bahwa para penegak hukum tidak mendedikasikan diri dengan benar.Â
Terjadi monopoli kekerasan yang dibenarkan oleh negara
Akibatnya, mereka berkontribusi dalam perusakan moral rakyat, membuat rakyat memandang remeh aparat karena generalisasi yang buruk terhadap mereka.
Fenomena di atas dapat dilakukan oleh masyarakat yang berpendidikan dan yang tidak. Diperlukan generasi penerus yang lebih baik, terutama calon pengisi posisi sebagai aparat penegak hukum. Pendidikan karakter saat menempuh pendidikan wajib direalisasikan. Mematuhi kode etik profesi juga menjadi salah satu jalannya.
- Implementasi Hukum oleh MasyarakatÂ
Masyarakat sering tak mengindahkan hukum yang berlaku
Hukum negara maupun hukum kelompok bisa kalah dengan kepentingan pribadi. Kasus SARA, pelanggaran HAM, dan tawuran sudah tidak asing bagi kita. Tidak sedikit orang yang mengecam, tetapi faktanya tak ada perbaikan yang signifikan. Tetapi sebenarnya, tindakan rakyat juga dapat dipengaruhi oleh rasa kecewa kepada para penguasa. Ekspetasi mereka tidak terpenuhi, sehingga mereka meluapkannya dengan tindakan melanggar hukum.Â
Rakyat Indonesia memiliki latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang berbeda-beda. Pengetahuan dan pengalaman tersebut dapat membentuk karakter seseorang.Â
Kemampuan mengkritisi rakyat dapat diimbangi dengan kesadaran akan aksi dan perubahan. Jangan meniru penguasa (yang 'ngomong doang'). Kembali lagi, pemerintah memiliki peran utama dalam penegakan hukum, tetapi pada dasarnya pemerintah merupakan individu atau rakyat Indonesia.Â
Artinya, perbaikan oleh individu sangat diperlukan karena mereka juga berpeluang menjadi pemangku kebijakan. Semoga tidak terjadi loop yang berkelanjutan, ya. Masa iya, mahasiswa yang dulu mendemo sekarang malah didemo saat menduduki kursi pemerintahan.
- Sarana Penegakan HukumÂ
Penegakan hukum tidak akan berjalan tanpa adanya sarana tertentu. Sarana tersebut mencakup SDM yang berpendidikan dan terampil sesuai bidangnya, sistem organisasi yang baik, fasilitas (alat, media, keuangan) dan sebagainya yang memadai. Terdapat beberapa problematika yang timbul dari kurangnya sarana penegakan hukum,
Yang tidak ada direkayasa ada, yang salah dibenarkan, dan yang bermasalah dilaporkan lancar
Akibatnya, tidak didapatkan laporan dan evaluasi yang aktual, serta kelalaian dalam menangani kasus. Tentunya hal tersebut akan menghambat perbaikan atau penegakan hukum itu sendiri.
Sarana penegakan hukum sangat penting untuk disempurnakan. Di samping menyediakan sarana yang manual dan konvensional, Indonesia perlu mengembangkan terobosan baru berupa teknologi dalam sektor hukum. Peran teknologi dapat menunjang efisiensi dan efektivitas sistem administrasi hukum. Penguasaan teknologi menjadi tantangan yang besar bagi para pelaku penegak hukum.Â
- Â Tradisi dan Budaya yang Mendarah DagingÂ
Tradisi dan kebudayaan memiliki peran yang cukup besar dalam mengatur tindakan masyarakat. Tindakan tersebut biasanya mengacu pada hubungan terhadap orang lain. Sejatinya kebudayaan sangat erat kaitannya dengan etika bermasyarakat.Â
Baik dan buruknya suatu tindakan ditentukan oleh penerimaan atau sikap dari masyarakat sekitar. Tradisi dan budaya memiliki tendensi yang konvensional. Apalagi sifat masyarakat saat ini yang etnosentris.Â
Tradisi dan kebudayaan dapat membenarkan hal yang melanggar hukum universal hanya demi sekelompok masyarakat
Fenomena tersebut akan menghambat penegakan hukum yang berkeadilan.
Sebagai masyarakat masa kini, kita perlu membuka mata, cakrawala, dan melapangkan dada. Menyingkirkan tradisi dan budaya dalam penegakan hukum yang berkeadilan tidaklah mudah. Kita harus siap menghadapi penolakan hingga kecaman dari masyarakat yang tidak setuju dengan tindakan menepikan tradisi dan budaya. Sebenarnya, kita bisa saja mengatasinya dengan tidak terlalu kontras dalam memisahkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H