Tenggelam. Itulah kiranya kata yang pas untuk menggambarkan Gubernur DKI Jakarta tatkala muncul masalah perihal kinerjanya. Yup. Soal putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang mengharuskannya Anies Baswedan melanjutkan pengerukan Kali Mampang.
Tenggelam di mana? Tenggelamn di balik hajat G20 dan lapangan JIS (Jakarta International Stadium). Anies sibuk menenggelamkan diri di lapangan bersama pimpinan provinsi sebelah. Sibuk membuat gimmick, ketika tujuh warganya memenangkan gugatan terhadapnya terkait program pencegahan banjir.
Masa yang begini masih ada yang menginginkannya jadi presiden? Berat dunia persilatan.
Biarlah saya dibilang sentimen dengan Anies. Faktanya, Anies tak pernah pasang badan ketika muncul masalah yang berkaitan dengan programnya. Dia langsung hilang ditelan bumi. Dia akan muncul paling pertama kalau perkara pamer. Walah.
Berita klarifikasi yang muncul bahkan berasal dari keterangan tertulis pada 18 Februari, atas nama Sekretaris Dinas Sumber Daya Air DKI Dudi Gardesi. Itu pun dengan klaim bahwa pengerukan sudah dilakukan sejak 2021.
Ya kalau memang sudah, seharusnya tidak ada warga terdampak yang muncul untuk menggugat dong, Bro. Begitu bukan? Atau logika saya yang keliru? Atau bagaimana, sih?
Tahun lalu, Anies boleh saja tampil ikut banjir-banjiran supaya kelihatan kerja dan peduli. Tapi tidak dengan tahun ini. Sekali saja Anies muncul itu pun dengan statemen yang menurut saya, kok bisa begitu ya.
Anies menyalahkan hujan dengan intensitas ekstrem yang kemudian menyebabkan banjir. Anies dengan retorikanya membeberkan berapa kubik curah hujan di daerah-daerah yang banjir itu.
Duh. Warga sudah lelah untuk ngungsi dari banjir Bung. Seharusnya dia mengaku saja kalau tidak punya solusi konkret untuk pengendalian banjir.
Jangan-jangan, seribuan kata-kata dari bibirnya yang tipis itu jika dijadikan tanggul, tingginya sudah menyamai Monas. Maka Jakarta akan aman dari banjir dan berubah menjadi sebuah provinsi berlabirin. Hehehe.