Mohon tunggu...
Selfanny Meilania
Selfanny Meilania Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar - Siswi SMA Plus Ar-Rahmat

Saya merupakan siswi SMA Plus Ar-Rahmat Cileunyi yang juga merupakan seorang digital painter. Karya-karya gambaran saya dapat anda lihat di ig:Syapii_ping

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

'Memaknainya 06'

22 Oktober 2024   19:36 Diperbarui: 22 Oktober 2024   20:12 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SENIN, 21 OKTOBER 2024

Sekiranya.. Sudah tiga kali matahari terbenam hanya untuk melihat sesosok anak adam yang teronggok. Punggungnya hanya disandarkan pada pohon, tangannya yang diborgol hanya memainkan garis-garis pohon yang disandari, sedangkan kakinya dibiarkan terselonjor mengenai tanah yang becek. Kulit-kulitnya yang tipis beberapa kali diciumi nyamuk, bibirnya yang kering beberapa kali dibasahi oleh cipratan air daun.

"Makan!" Sesosok anak adam yang lain datang. Badannya besar dengan khas mukanya yang sangar. Tangannya yang berjejak darah menyodorkan sepiring nasi kuning dengan dua potong ayam goreng, membuat siapa pun yang melihatnya akan merasakan perutnya menadah-nadah minta disuapi.

Nawan tak bergerak dari tempatnya, ia bahkan memalingkan wajahnya pada cacing-cacing di tanah. Jijik, dia hanya akan menyuapi mulutnya dengan makanan yang baik. Bukan makanan yang tiap butir nasinya terkristal tangisan rakyat.

"Bebal! Makan saja banyak maunya!"

"Pura-pura teguh iman dia. Manalah kita tahu perutnya sudah teriak Nawan makan saja Nawan, baik kita telan makanan yang lezat itu daripada mati. Sudah begitu matinya malah tak guna apa-apa."

Mereka tertawa, mengejek-ejeknya. Tapi, tiga suara itu terdengar baru di telinganya. Nawan baru menyadari ada lebih banyak orang dari dua hari kemarin. Hinggaplah kemungkinan-kemungkinan yang membuatnya semakin bergejolak. Sudahkah waktunya?

Binatang-binatang ini pasti akan membinasakan tangkapannya. Boleh jadi.. Leher-leher yang semula tergantung keteguhan untuk sejahtera akan berganti menjadi kerangkeng api. Kerangkeng yang membinasakan setiap nilai-nilai luhur yang tergenggam erat.

"Tur, ga ngerti sekali kamu dengan maksudnya. Dia itu ingin makan cacing! Sejak tadi lihatnya cacing terus!" Tanggapan itu dengan cepat dibalas senyum oleh Guntur. Dilihatnya si Badan Besar dengan tatapan yang penuh perintah.

Nawan sedikit tersentak saat rambut keritingnya dicengkeram oleh si Badan Besar. Mulutnya dibuka paksa, ia terlalu lemah untuk mengatupkan bibirnya, terlalu tak bertenaga hanya untuk sekedar menggelengkan kepalanya. Maka cacing-cacing tanah itu masuk, cacing-cacing itu menggeliat dalam mulutnya, menggerakkan tubuhnya dengan cepat, lalu berteriak dengan mulut tertutup saat gigi Nawan mengunyahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun