Seperti yang sudah diketahui, undang-undang merupakan dasar berlangsung suatu negara. Namun, tidak banyak dari kita yang mengetahui proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Untuk mengetahuinya, simaklah sampai akhir.
Dalam buku Handboek Wetgeving yang ditulis oleh I. C. Van Der Vlies, terdapat dua asas yang harus diperhatikan dalam pembentukan sebuah peraturan perundang-undangan yaitu asas formal dan asas materiel.
Terdapat lima poin yang diliputi oleh asas formal. Yang pertama adalah asas tujuan yang jelas, setiap peraturan yang akan disahkan harus memiliki tujuan dan manfaat yang jelas. Selanjutnya adalah asas organ/lembaga yang tepat, di mana yang membentuk peraturan perundang-undangan harus lembaga yang berwenang. Yang ketiga adalah asas perlunya pengaturan, yang mana pemerintah dalam menyelesaikan masalah daerahnya perlu mempertimbangkan kembali apakah perlu membuat peraturan perundang-undangan atau masih memiliki alternatif lain. Selain itu Vlies juga menyebutkan asas dapat dilaksanakan, yang artinya setiap peraturan perundang-undangan yang telah dibentuk dapat diselenggarakan dengan baik. Secara tidak langsung asas ini juga mengharuskan bahwa pembentukan perundang-undangan mendapatkan dukungan dari filosofis, yuridis dan sosiologis. Selain itu, poin terakhir yang dicakup asas formal adalah asas konsensus, yang menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan ini terlah disepakati oleh rakyat dan pemerintah.
Vlies juga menyatakan adanya asas materiel. Asas materiel mencakup asas terminologi dan sistematika yang benar, asas dapat dikenali, asas perlakuan yang sama dimata hukum, asas hukum yang pasti, asas pelaksanaan hukum yang sesuai dengan keadaan, serta asas yang harus menghormati harapan yang wajar.
Selain dari yang dinyatakan oleh Vlies, asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan juga dipertajam kembali oleh UU RI No. 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 23 Tahun 2022. Penajaman asas-asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan ini melahirkan tujuh asas, yakni:
1)Asas kejelasan, tujuan yang hendak dicapai harus jelas
2)Asas kelembagaan, peraturan perundang-undangan dibentuk oleh lembaga yang berwenang
3)Asas kesesuaian, materi perundang-undangan yang akan dibentuk harus sesuai dengan jenis dan hierarki.
4)Asas dapat dilaksanakan, pembentukan peraturan perundang-undangan dapat berlangsung dengan efektif di seluruh lapisan masyarakat.
5)Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, pembentukan peraturan perundang-undangan dapat diberdayakan dengan baik untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
6)Asas kejelasan rumusan, hal ini menyangkut dengan pemilihan kata yang tidak ambigu dan mudah dimengerti.
7)Asas keterbukaan, perencanaan, penyusunan, pembahasan, dan pengesahan atau penetapan harus diselenggarakan secara transparan dan terbuka atas usulan dari seluruh lapisan masyarakat.
Selain berpacu pada asas-asas di atas, materi peraturan perundang-undangan juga harus dapat menjadi cerminan sepuluh asas ini:
1)Pengayoman, yaitu dapat memberikan perlindungan terhadap seluruh lapisan masyarakat.
2)Kemanusiaan, yaitu dapat melindungi dan menghormati hal asasi manusia serta harkat dan martabatnya.
3)Kebangsaan, yaitu dapat mencerminkan kemajemukan bangsa yang dijaga oleh prinsin Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4)Kekeluargaan, yaitu dapat mencerminkan sikap musyawarah.
5)Kenusantaraan, yaitu dapat memperhatikan kepentingan di seluruh daerah.
6)Bhinneka Tunggal Ika, yaitu dapat memperhatikan setiap keragaman yang ada.
7)Keadilan, yaitu dapat melangsungkan keadilan bagi setiap masyarakatnya.
8)Kesamaan kedudukan baik dalam hukum, pemerintahan dan sosialnya.
9)Ketertiban dan kepastian hukum.
10) Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Maka, asas-asas di atas harus benar-benar diperhatikan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Lalu, bagaimana proses pembentukan peraturan perundang-undangan?
Proses pembentukan peraturan perundang-undangan dibagi menjadi tujuh jenis. Yakni UUD NRI Tahun 1945, Ketetapan MPR (Tap MPR), Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (UU/Perpu), Peraturan Pemerintah (PP) , Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi), dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Perda Kabupaten/Kota).
UUD NRI Tahun 1945 tentunya bukanlah sebuah peraturan yang dapat diubah. Meski begitu, pasal 3 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan Majelis Permusyawaratan Rakyat memiliki wewenang untuk menetapkan dan mengubah UUD NRI Tahun 1945, namun pengubahannya pun diatur oleh pasal 37 UUD NRI Tahun 1945. Di mana pada pasal tersebut dijelaskan bahwa usul perubahan pasal-pasal UUD diagendakan dalam sidang MPR dan diajukan oleh sekurang-kurangnya dari jumlah anggota MPR. Setiap usulan diajukan secara tertulis dengan disertakan bagian yang diusulkan untuk diubah dan alasannya. Sidang MPR untuk pengubahan ini harus dihadiri sekurang-kurangnya dari jumlah anggota MPR, dan disetujui oleh sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR. Meskipun MPR dapat melakukan perubahan, bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat diubah.
Sedangkan untuk Ketetapan MPR terdapat empat tingkatkan yang harus dilalui. Tingkatan pertama adalah pembahasan dari Badan Pekerja MPR berisi Rancangan/Ketetapan MPR yang akan menjadi bahasan utama dalam tingkatan kedua. Pada tingkatan kedua dalam rapat paripurna MPR akan dibuka oleh penjelasan pimpinan kemudian pandangan umum fraksi-fraksi. Selanjutnya pada tingkatan ketiga akan dibahas oleh komisi/panitia ad hoc MPR, yang bila disetujui maka akan menghasilkan Rancangan Ketetapan/Keputusan MPR. Terakhir pada tingkatan keempat akan ada pengambilan keputusan oleh rapat paripurna MPR.
Untuk undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang (UU/perpu) bisa diusul atau dirancang oleh DPR, Presiden dan DPD. Rancangan undang-undang dari DPR, Presiden dan DPD tentunya harus disertai naskah akademik, namun hal ini kecualikan untuk rancangan undang-undang mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang, dan pencabutan undang-undang atau pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
Rancangan undang-undang yang diusul oleh DPR akan melalui tiga proses. Yang pertama rancangan yang diusulkan disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada presiden yang kemudian akan dibahas oleh menteri yang ditugaskan presiden dalam waktu paling lama 60 hari sejak surat dari pimpinan DPR diterima. Pembahasan ini juga melibatkan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Apabila rancangan disetujui oleh DPR dan presiden, maka presiden akan mengesahkannya menjadi undang-undang.
Sedangkan rancangan undang-undang dari presiden awalnya akan disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non kementerian sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya. Rancangan ini akan melalui tiga proses, awalnya presiden akan mengajukan surat kepada pimpinan DPR yang mana surat itu juga memuat menteri yang ditunjuk untuk mewakili presiden dalam pembahasan rancangan bersama DPR. DPR akan mulai pembahasan dalam waktu paling lama 60 hari setelah surat diterima. Apabila rancangan disetujui oleh DPR dan presiden maka akan disahkan menjadi undang-undang oleh presiden.
Selain itu rancangan undang-undang juga bisa diusulkan oleh DPD, khusus untuk rancangan mengenai otonomi daerah, hubungan pusa dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta pertimbangan keuangan pusat daerah. Perancangan yang diajukan akan melalui lima proses, pertama DPD akan mengajukan usulan secara tertulis kepada DPR dan akan dibahas oleh DPR melalui alat kelengkapan DPR. Selanjutnya DPR akan mengajukan rancangan ini secara tertulis kepada presiden yang kemudian presiden akan menugaskan menteri terkait untuk membahas rancangan ini bersama DPR. Apabila rancangan disetujui oleh DPR dan presiden, maka akan disahkan menjadi undang-undang oleh presiden.
Selanjutnya adalah tahapan penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) yang akan melalui empat tahap. Pertama, kementerian dan/atau lembaga pemerintah non kementerian akan mengusulkan rancangan yang sesuai dengan bidah tugasnya. Lalu akan dibentuk panitia antar kementerian dan/atau lembaga pemerintah non kementerian untuk menyusun rancangan penyusunan Peraturan Pemerintah. Selanjutnya menteri di bidang hukum yang akan mengkoordinasikan rancangan yang kemudian perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah akan ditetapkan berdasarkan keputusan presiden.
Berbeda dengan penyusunan peraturan lain, Peraturan Presiden tidak melibatkan DPR, melainkan para menteri. Pembentukan diawali dengan pembentukan panitia antar kementerian dan/atau lembaga pemerintah non kementerian oleh pengusul, kemudian pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan. Lalu dikoordinasikan oleh menteri di bidang hukum dan akan disahkan atau ditetapkan oleh presiden.
Selanjutnya adalah Peraturan Daerah Provinsi, yang bisa diusulkan oleh DPRD Provinsi dan gubernur. Apabila diusul oleh DPRD, maka DPRD akan mengajukan rancangan tertulis pada gubernur untuk dibahas bersama dan akan disahkan oleh gubernur apabila rancangannya disetujui. Apabila usulan berasal dari gubernur, maka gubernur yang akan mengajukan rancangan tertulis kepada DPRD untuk kemudian dibahas bersama dan disahkan oleh gubernur setelah mendapat persetujuan.
Dan yang terakhir adalah proses pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yang dapat diusulkan oleh DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota. Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota maka DPRD Kabupaten/Kota akan mengajukan rancangan tertulis kepada bupati/wali kota untuk kemudian dibahas bersama dan disahkan oleh bupati/wali kota. Sedangkan apabila rancangan diusulkan oleh bupati/wali kota maka bupati/wali kota yang akan mengajukan rancangan tertulis kepada DPRD Kabupaten/Kota untuk kemudian dibahas bersama dan disahkan oleh bupati/wali kota.
Proses pembentukan peraturan perundang-undangan tentunya memang melalui proses yang ketat dan gejolak-gejolak argumen. Namun, hal ini tentunya akan terbayar oleh terselenggaranya kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang baik dan tercapainya cita-cita bangsa.
Bagaimana menurutmu? Apakah peraturan perundang-undangan saat ini sudah berhasil mewujudkan cita-cita luhur bangsa? Bagikan tanggapanmu di komentar ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H