"Tujuan (dari konferensi ini) adalah bahwa Timur Tengah tetap Timur Tengah, yang berarti wilayah keanekaragaman di mana ada orang-orang Kristen, Yazidi, dan lain-lain,” tambahnya.
Meski begitu, Perancis menyatakan diri untuk menampung pengungsi selama dua tahun. Selain itu, mereka juga memberikan bantuan finansial dengan nominal tertentu. Ini tentu kontradiktif dengan pernyataan Fabius.
4. Ketiadaan Sistem Hukum
Abdulkhaleq Abdulla secara implisit mengungkapkan bahwa negara-negara Teluk belum siap untuk menerima pengungsi terutama dalam jumlah besar. Abdulla mengatakan bahwa ‘kekurangan’ dari Arab Saudi, Kuwait, dan negara-negara Teluk lainnya adalah ketiadaan hukum yang memungkinkan mereka untuk memiliki ‘program pengungsi rumit’ seperti yang dimiliki negara-negara Eropa.
"Kami belum secanggih itu,” kata Abdulla.
Akibat dari ketiadaan hukum ini berdampak pada poin kedua di atas, yaitu risiko keamanan. Tanpa dasar hukum yang jelas, menerima para pengungsi dipandang sebagai penambahan masalah baru terutama bagi negara-negara penampung pengungsi.
5. Kondisi Geografis dan Ekonomi
Kondisi geografis dan ekonomi menjadi alasan penolakan terakhir terkait lonjakan gelombang pengungsi dari Suriah dan Irak. Setidaknya, faktor inilah yang melatari penolakan dari Israel dan Rumania. Bagi Israel, luas wilayahnya dianggap tidak memungkinkan untuk menerima pengungsi Suriah-Irak.
Dalam pernyataannya pada rapat kabinet, Netanyahu berujar bahwa Israel "bukannya masa bodoh" terhadap para pengungsi Suriah. Ia pun menekankan rumah sakit di Israel terus merawat korban perang sipilnya hingga kini.