Kota Malang memang menjadi kota yang unik. Sepertinya adanya dua alun-alun di kota ini yang saling berdekatan. Menurut cerita Pak Budi, alun-alun Merdeka Malang merupakan peninggalan dari kerajaan Mataran Islam. Kekhasan alun-alun di setiap kota di Jawa pun ada di Malang ini.
Alun-alun Merdeka Malang merupakan tempat berkumpul masyarakat. Dulu Belanda membuat transportasi trem-nya membentang diagonal di alun-alun ini. Harapannya cerita beliau, untuk mengganggu suasana di alun-alun tersebut. Serta ibadah yang terselenggara di rumah ibadah dekatnya. Pun juga dengan membuat alun-alun lain di dekat alun-alun merdeka, yakni yang sekarang dikenal alun-alun bunderan Tugu kota Malang.
Perubahan atau penyegaran desain alun-alun sempat dibuat Sayembara alun-alun kota Malang beberapa waktu yang lalu. Namun berbagai desain yang ada tak sesuai dengan karakter kota Malang. Atau dengan kata lain menghilangkan karakter kota yang ada. Konon Ridwan Kamil pernah pula ikut memberikan desainnya, namun memang tak sesuai dengan karakter kota. Alhasil, desaain mantan Walikota Bandung itu diterapkan di Bandung sendiri.
Menata kota memang membutuhkan pendekatan yang humanis. Agar karakter kota tetap terjaga dengan baik. Rekan Bolang yang hadir menerima banyak pengalaman dan pemikiran Pak Budi yang juga tergabung dalam Tim Ahli Cagar Budaya.
Masjid dekat dengan lokasi Bolang Ngumpul kali ini. Memudahkan kami menunaikan kewajiban sholat. Pun juga sajian makanan yang dihidangkan untuk berbuka menambah rasa nyaman dalam menyimak pemaparan Pak Budi Fathoni. Tradisi Ramadan yang membangun nalar berfikir bagi Bolang ini tentunya juga diselenggarakan juga komunitas lain. Oleh karenanya, tetap semangat dalam berdiskusi di bulan penuh berkah ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H