"Enggak tahu, kenapa jadi grogi begini!" jawabku sambil melepas isolasi kado satu persatu.
"Dari Kami Putri tercinta" itu tulisan yang Aku baca saat unboxing selesai.
Aku mendapat kejutan yang paling berharga dari Putri. Mereka mengirimkanku satu surat yang berisi harapan-harapan Mereka terhadap Kami berdua.Â
Dalam suratnya mereka mengungkapkan rasa optimis bahwa Kami berdua memiliki keinginan menjadi Ayah-Bunda yang terbaik bagi Mereka. Untuk itu diawali dengan permohonan maaf, Mereka minta izin memberi masukan yang bisa jadi pertimbangan Kami kelak.
Banyak saran yang Mereka berikan terutama kepadaku yang secara fisik sering berjauhan. Ada kekhawatiran Mereka terhadap diriku, disaat Aku jauh dan harus melakukan semua kegiatan sendirian.Â
Mereka juga merasa rindu dan ingin disentuh disaat-saat kami berkumpul. Mereka ingin didengar dan ditanya sesering mungkin, seperti komunikasi Ayah dan Bunda.Â
Tidak terasa untuk pertama sekali aku meneteskan airmata bahagia atas keterbukaan Anak-anakku itu. Malam itu kami lanjutkan dengan diskusi berdua tentang apa yang harus kami lakukan kelak setiba di rumah.
Selesai diskusi istriku pamit tidur duluan dan kesempatan itu kugunakan untuk menghubungi Putriku sekedar ingin mengucapkan terimakasih. Tetapi lagi-lagi HPnya dimatikan dan telepon rumah juga tidak berjawab. Aku mengkhawatirkan keadaan anak-anakku dan kucoba menghubungi Adik Ipar, tetapi HPnya juga mati.
Aku meletakkan HPku di meja dan pandanganku kembali tertuju pada kado itu. Siapa yang mengirimkan ke kamar? dan kapan kado itu dikirimkan? Jangan-jangan istriku terlibat konspirasi dengan Karyawan hotel?.Â
Kenapa disaat Anak-anakku menyarankan agar Istriku yang mendampingi, tidak ada komentar sedikitpun dari istriku? Kenapa hari ini jalan-jalannya kelamaan? Aku merebahkan diri sambil mencari jawaban itu semua, hingga akhirnya tertidur pulas.
"Ayah bangun! Sebentar lagi sholat subuh" Istriku membangunkanku