Lantas, mana kebesaran hatimu, mayoritas?
Islam, yang dianut oleh lebih dari 80% masyarakat Indonesia tidakkah bisa menunjukkan kebesaran hati yang melebihi umat lain?
Terlebih, menurut saya, para pemeluk agama Islam seharusnya adalah yang paling tidak terdampak dengan wabah ini. Mereka tidak perlu berkumpul untuk menerima Tubuh dan Darah Kristus seperti yang dilakukan umat Katolik, misalnya. Atau harus ke pura untuk beribadah di waktu-waktu tertentu, misalnya.
Semua ibadah umat Muslim bisa dilakukan dari rumah, dengan adanya imam, yang adalah kepala keluarga, di setiap keluarga. Inilah yang menjadi keunggulan umat Muslim dibandingkan saudara yang lain.
Namun, pertanyaannya masih sama: mana kebesaran hatimu, mayoritas?
Di samping bapak-bapak kampung saya dan jemaat masjid yang "tidak taat" tadi, saya yakin ada jauh lebih banyak yang bertindak seturut anjuran pemerintah.
Selain belasan warga yang nekat melompati pagar masjid di Parepare untuk menunaikan salat Isya berjamaah, saya yakin ada jauh lebih banyak umat Muslim yang setia menjalankan ibadahnya kendati hanya dari rumah.
Lagipula, apakah ibadah masih tetap ibadah jika saat dilakukan justru menimbulkan kecemasan, katakutan, dan ancaman bagi orang lain?
Toh, saat salah seorang jemaah masjid Al Atieq di Bogor meninggal saat menunaikan salat Jumat pekan kemarin pun jamaah yang lain tetap kocar kacir kan?
Cukup besarkah hati para pemeluk agama Islam untuk mengubah sedikit cara beribadah mereka di bulan dan hari yang suci nanti, demi kemaslahatan bersama, ataukah justru ngotot menunaikan ajaran agama secara kaku yang justru berisiko memperpanjang pandemi ini?
Semoga, besarnya jumlah mayoritas diikuti dengan kebesaran hati untuk menahan diri agar tidak memperparah situasi.