Oleh Sejo Qulhu
Salsabila memegang erat gagang payung putihnya, agar tidak terbawa oleh angin, juga agar bajunya tidak basah kuyup oleh derasnya hujan. Kakinya melangkah pelan, menuju gerbang depan Madrasah Aliyah Al-Qital sambil menaikkan roknya hingga betis. Salsabila mendengar pekikan suara yang sedikit samar dari arah belakang, ia menoleh ketika Karin menepuk bahunya.
      "Bila, tunggu," ucap Karin sembari termengah-mengah. Lalu diberikannya surat undangan yang bercorak unik; kertas yang dilipat menjadi alat untuk mengipaskan dikala matahari terik. Salsabila membacanya. Hatinya gundah setelah menamatkannya.
      "Harus datang ya, Bil. Besok hari ulang tahunku yang ke 16," Karin merayu sambil mengerdipkan mata kanannya.
Salsabila tak mengacuhkan ia hanya melancipkan ujung bibirnya saja. Ia meninggalkan Karin ketika angkutan umum berhenti di depannya.
Di dalam angkot, Salsabila meremas-remas kertas undangan itu lalu dijadikannya lipatan seperti bola pingpong. Ia melempar kertas itu sekencang-kencangnya kemudian hanyut dan terbawa derasnya genangan air di jalan raya.
Karin yang kebingungan membuka ponselnya, lalu mencoba menghubungi Salsabila. Ia masih menatap angkot yang ditunggangi Salsabila. Salsabila tak menanggapi telepon WhatsApp panggilan dari Karin juga ayahnya. Tetiba tatapan Karin terhalang oleh Mobil Toyota Alphard.
      "Dik Karin, kamu lihat Bila?" tanya Khalid, ayah Salsabila. Setelah menurunkan kaca jendela mobilnya.
      "Oh, itu... Bila udah naik angkot tadi, Pak. Gak tau tadi kaya buru-buru gitu," jawab Karin gugup.
Khalid mendapati anaknya sudah pulang naik angkot, ia juga akhirnya pulang. Di rumah, Khalid segera mengganti pakaian kantor. Ia memakai celana yang tingginya hampir menggapai betis. Cuma celana itu yang ia sukai, karena bahan twill baginya sejuk. Ia juga tak lupa mengenakan jubah dan peci putih bulat. Dan bersegera mengerjakan salat Asar.
Brag! pintu di dorong dengan kencang. Khalid terperanjat mendengar suara itu lalu ia mendekatinya.
      "Bila kenapa telpon Abi tidak diangkat? Kenapa nggak bilang-bilang ke Abi kalau kamu pulang naik angkot?" selidik ayahnya.
Salsabila tak meladeni pertanyaan ayahnya. Wajah Salsabila datar dan dingin. Brag! Pintu kamar dibantingnya lalu ia menguncinya. Dahlia ibunya Salsabila, terperanjat di atas sajadah ketika tangannya memutar-mutar tasbih. Ibunya mendekat ke depan pintu kamar Salsabila.
      "Bila, Bila... Gak boleh gitu, Nak. Nggak baik. Allah sangat benci terhadap orang yang memperlakukan orangtuanya dengan cara kasar. Dosa, Nak." Dahlia mendekatkan mulutnya di sela-sela pintu. Tapi, anaknya tak memperdulikan.
Khalid yang kalang kabut menghampiri istrinya. Mereka saling tatap dan mengeryitkan dahi karena tingkah anaknya.
      "Sudah, Mi, nanti malam juga dia bakal baikan, kok. Mungkin hari ini dia kelelahan," bujuk Khalid meyakinkan istrinya.
***
Salsabila terbangun dari pembaringannya, wajahnya terlihat kusut ketika ia menatap cermin. Sayup-sayup gema ayat suci Alquran terdengar dari dalam kamarnya. Ia bergegas menuju kamar mandi bersegera mengambil wudu.
      "Alhamdulillah, sekarang Abi jadi pemimpin perusahaan. Nanti besok perayaan kenaikan jabatan Abi, kita bakal tur family gathering ke Pantai di Banten Selatan," ucap Khalid di atas sajadah. Seusai mengajar ngaji anak dan istrinya.
Tatapan mata Salsabila terlihat sayu, ia tak membenakan ucapan ayahnya. Berbeda dengan raut wajah ayahnya yang sejak siang selalu senyum semringah.
      "Alhamdulillah, Bi. Umi ikut seneng," Dahlia memeluk erat suaminya seketika. Khalid mengajak anaknya terhanyut dalam pelukan mesra. Salsabila berserah diri kedalam suasana.
      "Abi, boleh nggak minggu depan hari ulang tahun Bila dirayain?" pinta Salsabila. Raut wajahnya tersenyum simpul sembari memainkan kain mukena.
      "Kan Abi sudah bilang, Bila sayang..., kalau ulang tahun dirayain terus pake tiup lilin itu budaya orang barat. Kalau kita melaksanakannya sama saja kaya mereka, kafir!" ucap Khalid tangannya mengelus elus punggung Bila.
      "Tapi kan, Bi..." Salsabila menolak dan mendorong tangan ayahnya. Salsabila kembali ke pembaringannya dan mengunci pintu kamarnya. Ia menutup wajahnya dengan bantal sambil sesenggukan. Kedua orangtuanya kembali dibingungkan oleh tingkah anaknya.
      "Apa salahnya, Bi, kita turuti keinginan Bila sekali saja. Kalau begini terus kasihan dia," bujuk Dahlia.
      "Sekarang Umi lagi... malah ikut-ikutan kaya Bila. Pokoknya gak boleh ulang tahun dirayain, haram itu, Mi titik," tegas Khalid. Khalid mengecup jidat dan pipi istrinya dengan sedap. Lalu tangan Khalid memegang tangan kanan istrinya, ia menuntunnya hingga menuju kamar.
***
Setelah salat Subuh, Dahlia membereskan barang-barang untuk dibawa ke pantai Carita di Banten Selatan. Terdengar suara mobil bus menderu di depan rumahnya.
      "Bila... bangun, Nak. Siap-siap, ayo kita liburan busnya sudah datang," bujuk Dahlia sembari menepuk punggung Salsabila.
Ting nong. Bel rumah berbunyi. Dibuka pintu oleh Nani, juga semua karyawan Khalid membuntutinya dari belakang. Mereka menyodorkan kue bolu Chocolate Cake bertuliskan PT Omnibus Syariah. Angin terus meniup lalu menggoda agar api lilin itu padam, tetapi masih saja tetap menyala. Sorot mata Khalid tajam melihat api kecil di atas kue. Dalam benaknya api kecil itu akan menjadi kobaran api di neraka jika ia meniupnya. Ia gelagapan, matanya terbelalak melihat api itu.
      "Semoga Pak Khalid bisa membawa PT Omnibus Syariah bisa bersaing dikancah internasional. Aamiin," ucap Nani sekretaris perusahannya. Tangannya menyodorkan kue ke hadapan Khalid. Khalid mendorong kue itu.
      "Aduh, jangan berlebihan. Jangan repot-repot. Saya tidak suka dirayakan seperti ini. Cukup kita berdoa saja. Silakan kuenya dimakan, ya," gerutu Khalid sambil mengernyitkan dahinya.
Semua karyawan Khalid terdiam seketika. Mereka saling pandang satu sama lain dan terlihat kikuk. Lalu Nani menyodorkan kembali kuenya, diiringi oleh teriakan karyawan Khalid "Tiup lilinya... Tiup lilinya" Khalid tak enak hati lalu meniupnya tergesa-gesa.
Di dalam kamar, Salsabila terbangun ketika mendengar teriakan. Ia melihat kejadian itu di sela pintu kamarnya. Amarahnya semakin menjadi-jadi, air matanya tak hentinya menetes. Selama ini ia menganggap ayahnya seorang pembual berkedok agama.
      "Munafik!" tulisnya di status WhatsApp.
 Â
      Sejo Qulhu adalah nama pena dari Setiawan Jodi Fakhar. Youtuber Muda Banten dan Relawan Rumah Dunia yang mempunyai cita-cita ingin menjadi penulis best seller internasional juga ingin menjelajahi dunia. Kini ia sedang diajari menulis oleh Gol A Gong.
Mahasiswa UIN Banten itu Pernah juara 2 Menulis Cerpen di Writting Chalenge, Juara 3 Badminton Tingkat Kabupaten Pandeglang. Pemenang Undian Mobil Pajero Tap Mantap Tokopedia 2019.
Pengalaman Organisasi; Kumandang, PMII, UKM PRIMA dan Rumah Dunia hingga kini.
Motto Hidupnya "Hidup adalah Kompetisi"
Jika ingin lebih dekat, kunjungi IG @sejo_qulhu FB Setiawan Jodi Fakhar, Twitter @Squlhu, Youtube Sejo Qulhu.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI