"Bila kenapa telpon Abi tidak diangkat? Kenapa nggak bilang-bilang ke Abi kalau kamu pulang naik angkot?" selidik ayahnya.
Salsabila tak meladeni pertanyaan ayahnya. Wajah Salsabila datar dan dingin. Brag! Pintu kamar dibantingnya lalu ia menguncinya. Dahlia ibunya Salsabila, terperanjat di atas sajadah ketika tangannya memutar-mutar tasbih. Ibunya mendekat ke depan pintu kamar Salsabila.
      "Bila, Bila... Gak boleh gitu, Nak. Nggak baik. Allah sangat benci terhadap orang yang memperlakukan orangtuanya dengan cara kasar. Dosa, Nak." Dahlia mendekatkan mulutnya di sela-sela pintu. Tapi, anaknya tak memperdulikan.
Khalid yang kalang kabut menghampiri istrinya. Mereka saling tatap dan mengeryitkan dahi karena tingkah anaknya.
      "Sudah, Mi, nanti malam juga dia bakal baikan, kok. Mungkin hari ini dia kelelahan," bujuk Khalid meyakinkan istrinya.
***
Salsabila terbangun dari pembaringannya, wajahnya terlihat kusut ketika ia menatap cermin. Sayup-sayup gema ayat suci Alquran terdengar dari dalam kamarnya. Ia bergegas menuju kamar mandi bersegera mengambil wudu.
      "Alhamdulillah, sekarang Abi jadi pemimpin perusahaan. Nanti besok perayaan kenaikan jabatan Abi, kita bakal tur family gathering ke Pantai di Banten Selatan," ucap Khalid di atas sajadah. Seusai mengajar ngaji anak dan istrinya.
Tatapan mata Salsabila terlihat sayu, ia tak membenakan ucapan ayahnya. Berbeda dengan raut wajah ayahnya yang sejak siang selalu senyum semringah.
      "Alhamdulillah, Bi. Umi ikut seneng," Dahlia memeluk erat suaminya seketika. Khalid mengajak anaknya terhanyut dalam pelukan mesra. Salsabila berserah diri kedalam suasana.
      "Abi, boleh nggak minggu depan hari ulang tahun Bila dirayain?" pinta Salsabila. Raut wajahnya tersenyum simpul sembari memainkan kain mukena.