"Oh, pak Sihar ada apa Pak? tanya Pak Ruli.
"Masih nanyak lagi, mana kontrakan rumahmu, sudah dua bulan belum bayar-bayar," ungkapnya marah.
"Maaf Pak, kami belum punya uang, hasik memulung juga sedikit. Kasih kami waktu pak pasti kami bayar."
"Saya beri waktu 3 hari, kalau tidak  segera pundah dari rumah ini," ucapnya emosi sambil balik badan meninggalkan Pak Ruli.
"Aduh, sakitnya orang miskin ini, aku sudah berusaha dari pagi memulung namun belum cukup untuk bayar kontrakan. Belum lagi beli sepatu anakku, kasihan sekali dia. Teman-temannya punya sepatu dan baju baru," monolognya di gati sambil menetes air mata.
"Ah, biarlah aku tidak punya sepatu. Aku masih punya sepatu sekokah masih terlihat bagus, nanti bagian yang sobek aku minta mama menjahitnya," bisik Ruli yang duduk disamping rumahnya yang tidak sengaja mendengar pembucaraan Bapaknya
"Tidak kusangka ansk itu, seperti orang dewasa saja dia. Bisa berjiwa besar," ucap seorang pabak yang sedang lewst dari rumah Ruli.
Di perjalanan pulang memulung bapak Ruli duduk istirahat. Dia merenungkan nasib keluarganya.
"Wah sudah gelap sebentar lagi hujan pulang ah," bapak Ruli bergumam di hati.
Pak Sihar melihatnya dari jauh. Dia oun tetiak memanggil.
"Hei, sini kamu mana uang kotrakanmu kok belum dibayar. Berapa uang dikantongmu sini bayarlah," ucapnya ketus.