Sudah Menunggu
Menggapai Harapan-70
@Cerpen
Ajakan Bosnya mengagetkan Sita.
"Maaf Pak tidak usah repot-repot aku bisa pulang sendiri," samhungnya dengan rasa takut.
Amir yang sudah jatuh hati kepadanya kekeh ingin mengantar Sita pulang.
Sepeninggal Amir dan Sita, Leni, heran akan Amir pemimpin perusahaan besar.
"Huh, aku dulu ditolak, padahal penampilanku lebih oke dari gadis sederhana itu," gumannya menggerutu.
Amir selalu menghindar bila ada cewek yang mendekatinya, sekarang justru dia yang mengjak cewek yang terlihat sederhana makan siang.
Leni tidak terima melihat Amir menggandeng tangan Sita. Dia masih berharap mendekatinya sementara Tedi sudah bersamanya.
Sita ingin melepas tangannya yang mungil dari pegangan Amir, namun tidak berdaya. Tangan Amir yang kekar tetap menempel erat di pergelangan Sita.
"Aduh, malunya aku apa kata orang nanti," ucapnya kirih.
"Tidak usah menghiraukan orang lain," balas Amir.
Tersentak Sita akan ucapan Amir, padahal dia berucap di bibir.
Sesampai di parkiran gegas CEO turun lalu membuka pintu.
"Silakan keluar Sita cantik," ungkap Amir.
Wajah Sita memerah mendengar ucapan Amir.
Dada Sita begermuruh, baru kali ini di bersama seorang pria. Dia selalu menghindar bila ada cowok yang mendekatinya.
Pandangan para karyawan tertuju kepada mereka berdua saat memasuki kantor, termasuk Tina yang selalu sinis akan kepintaran Sita. Dibulatkannya kedua bola matanya dan kedua tangan menutupi mulutnya yang menganga.
Tak seorang pun yang berani buka suara.
Sita diantar sampai ke meja tempatnya bekerja.
"Ingat pesanku tadi," ucap CEO singkat.
Ia pun berlalu kembali ke ruang kerjanya.
"Cie, cie.... yang lagi senang," goda Vivi sembari menghampiri Sita.
Wajah Sita yang memerah, tidak bisa berbuat sesuatu.
"Selamat ya Sita cantik, kamu beruntung dapat perhatian dari CEO, jangan kuatir Sit, CEO tidak sembarangan memilih wanita," tuturnya menenangkan hati Sita.
Tina mencibirkan bibirnya tanda tidak suka kepada Sita.
"Siap-siap saja menderita tidak mungkinlah CEO sungguh-sungguh," gerutunya.
Vivi menoleh Tini lalu mengjampirinya.
"Eh, Tini kalau cemburu bilang, jaga sikapmu ya nanti kena batunya baru tahu," ucap Vivi.
Sita tidak mau menanggapi Tini, lebih baik dia melanjutkan tugasnya.
Jarum jam sudah menunjuk angka 04. 00 WIB, waktu pulang sudah tiba. Sita tidak mau berlama-lama. Sebelum Amir datang menghampirinya, dia sudah lebih dahulu melangkahkan kakinya.
"Vi, yok pulang," ajaknya terburu-buru.
"Sit, tunggu kita barang," imbuhnya sambil berlari mengejar Sita yang sudah duluan berjalan.
Setiba di depan lift kebetulan pintu langsung terbuka. Sita gegas masuk diikuti Vivi yang ngos-ngosan.
"Aduh, Sit, kamu seperti kilat jalannya hampir aku menabrak ibu-ibu," tuturnya.
Tidak lama lift sudah sampai di lantai dasar.
Pintu lift terbuka Sita lansung keluar bersama Vivi. Mereka melangkah melalui parkiran. Tanpa mereka sadari Pak Amir sang CEO sudah menunggu Sita.
"Ayo aku antar pulang," ucapnya menghampiri Sita.
Tersentak Sita saat CEO di depannya.
Sita bergeming jantungnya berpacu kencang keringat dingin merajai tubuhnya.
"Maaf Pak, biarkan Sita pulang sendiri aku tidak mau merepotkan," unggahnya tanpa melihat wajah CEO.
"Tiadak ada yang merepotkan, jangan membantah," titah Amir.
Bersambung....
Jakarta, 41123
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H