Mohon tunggu...
Seir HaidahHasibuan
Seir HaidahHasibuan Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Merawat Ibu yang Sedang Sakit

20 Agustus 2023   21:55 Diperbarui: 21 Agustus 2023   01:42 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merawat Ibu Yang Sedang Sakit

@Cerbung

Menggapai harapan-6

Citra sangat gelisah, netranya selalu memandang ke luar menunggu kehadiran Sita. Teman yang lainnya sudah tidak sabar karena, waktu belajar kelompok sudah lewat.

"Baiklah teman-teman kita mulai saja semoga Sita bisa datang walau terlambat," kata Citra sembari merdih buku matematika yang akan mereka diskusikan.

Lebih kurang dua jam mereka serius dalam membahas soal MTK. Rika yang masih belum paham bertanya kepada Citra. Cikra dan Sita anak termasuk pintar di kelas mereka. Mereka berdua tidak pernah menolak saat temannya bertanya.

"Ayo, teman-teman sambil dicicipi kuenya,"Citra menawarkan.

Usai belajar mereka ingin berpamitan namun, Citra sudah menyiapkan makan siang buat teman-temannya.

"Wah, kami sudah merepotkan Citra," tutur Mita.

"Oh, ya, hari ini Sabtu aku ada belajar kekompok di rumah Citra, pasti mereka sudah menungguku tetapi, aku harus menemani ibuku yang sedang sakit," gumam Sita di dalam hati.

Sebentar lagi Sita akan menghadapi ujian akhir, dia harus lebih tekun belajarnya . Dia ingin masuk sekolah SMP yang dia inginkan. Lantunan doa tidak pernah ia lupakan. Hanya itu yang dapat dilakukannya selain belajar. Usai memberi makan ibunya ia pun memberi obat dan vitamin yang dibetikan dokter Hilma. Tetiba Sita mendengar suara di depan rumahnya. Baru saja dia ingin melihat ke depan, pintu ada yang mengetuk.

"Tok, tok, tok.

Sita membuka pintunya.

"Krek".

Ternyata teman-temannya yang datang berkunjung.

"Hai, Sita, apa kabar? Tanya Citra.

"Wah, kalian ternyata, ayo masuk," Sita menyilakan mereka masuk.

Rumah sederhana dan kursi yang terbuat dari kayu sederhana hasil tukangan ayahnya.

"Maaf teman-teman bila kurang nyaman," ucap Sita lirih.

"Tidak apa-apa Sita, kami nyaman kok," balas Citra.

Mereka menanyakan alasan Sila tidak datang brlajar kelompok. Sita akhirnya menceritakan ibunya yang sakit. Dia harus merawat ibunya. Sita dua bersaudara, namun, kakaknya yang bernama Ridwan sudah lama pergi merantau karena orang tuanya tidak sanggup membiayai sekolahnya.

Sejak kelas 5 SD Ridwan sudah pergi merantau bersama teman-temannya. Keberadaan Ridwan tidak diketahui orang tuanya. Kini hanya Sita harapan kedua orang tuanya untuk membantu membiayai keluarganya. Usia ayah dan ibu Sita sudah di ambang senja. Mendengar penjelasan Sita, teman-temannya terharu terlebih Citra, buliran bening tidak terasa menetes dari netranya.

"Sita, yang sabar ya semoga ibu Sita segera sembuh."

Sita mengucapkan tetima kasih atas kehadiran teman-temannya.

"Sita kami pamit dulu ya," tetap semangat agar, bisa ikut ujian nanti," ulas Citra sembari menyalam Sita serta memeluknya.

Teman-teman Sita pun meninggalkan rumah Sita. Setelah temannya tidak terlihat lagi, Sita kembali melangkah masuk ke rumah lalu Sinta menutup pintu rumahnya. Sita menghampiri ibunya yang sedang berbaring di pembaringannya.

"Nak Sita, di mana ya keberadaan Ridwan kakakmu? ibu sangat merindukannya," tanya ibu Sinta dengan lirih.

 Ibu Sinta selalu kepikiran akan anaknya Ridwan. Selama kepergiannya mereka tidak pernah bertemu bahkan mendengar kabarnya pun belum pernah.

"Sudahlah Bu, jangan dipikrkirkan yang penting ibu sehat dulu. Kak Ridwan pasti bsik-baik saja.

Jauh di perantauan Ridwan bersama-teman-temannya bekerja sebagai tukang batu di sebuah bangunan. Dengan tekun Ridwan bekerja banting tulang untuk menghidupi dirinya. Siang itu sangat terik. Sinar mentari membakar kulit legam para tukang bangunan. Ridwan merasa sangat letih, tetiba ia teringat keluarganya. Ayah dan ibu yang dia sayangi terlintas di benaknya, serta adiknya yang masih 7 tahun saat dia pergi.

"Pak, Bu, Dik Sita, aku sangat menindukan kalian!" Bagaimana kabar kalian ? Semoga kalian bsik-bsik saja," gumamnya bermonolog.

Ada sepasang mata yang memperhatikan Ridwan. Dia pun menghampirinya.

"Hei, Ridwan, kamu melamun, apa yang kau pikirkan," tanya temsnnya yang sedari tadi memperhatikan sikap Ridwan.

"Eh, kamu Tino, bikin kaget saja, aku tidak apa-apa," jelas Ridwan.

Diteriknya mentari saat istirahat, mereka menyantap makanan yang sudah disediakan bosnya. Nasi putih serta sepotong tahu tempe dan kuah sayur, itulah makanan mereka setiap hari. Sembari makan Ridwan bercerita tentang kedua orang tuanya serta adik peremppuannya. Netranya sembab dan tidak terbendung lagi, akhirnya butiran bening berjatuhan membasahi pipinya.

Bersambung....

Jakarta, 20 Agustus 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun