3. Bank garansi untuk tender dalam negeri;
4. Bank garansi untuk pelaksanaan pekerjaan ;
5. Bank garansi untuk uang muka pekerjaan;
6. Bank garansi untuk tender luar negeri;
7. Bank garansi untuk perdagangan;
8. Bank garansi untuk penyerahan barang;
9. Bank garansi untuk mendapatkan keterangan pemasukan barang
Antara developer dan konsumen, terdapat hubungan kontraktual berupa perjanjian jual beli. Pihak developer berkedudukan sebagai penjual dan konsumen sebagai pembeli. Dalam hal ini, objek jual beli adalah satuan / unit rumah susun. Perjanjian jual beli merupakan perjanjian bernama yang diatur di dalam KUH Perdata. Dalam Pasal 1457 KUH Perdata dinyatakan bahwa jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Hal ini menyiratkan adanya kewajiban menyerahkan barang pada pihak penjual, dan kewajiban membayar harga pada pihak pembeli. Dalam Pasal 1458 KUH Perdata dinyatakan bahwa jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar. Apabila Pasal 1458 diterapkan dalam transaksi jual beli satuan rumah susun, kita dapat melihat bahwa sesungguhnya perjanjian jual beli telah terjadi ketika konsumen dan developer menyepakati harga unit yang ditawarkan walaupun dalam kenyataannya, unit rumah susun itu belum ada. Secara prosedural, tahapan penjualan rumah susun terikat pada aturan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun, khususnya pada Pasal 42, yang menyatakan:
- Pelaku pembangunan dapat melakukan pemasaran sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan.
- Dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku pembangunan sekurang-kurangnya harus memiliki: a. kepastian peruntukan ruang; b. kepastian hak atas tanah; c. kepastian status penguasaan rumah susun; d. perizinan pembangunan rumah susun; dan e. jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga penjamin
Pada tahap pemasaran ini, konsumen dan developer belum diperkenankan untuk membuat perjanjian dalam bentuk Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Pasal 43 Undang-undang Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun, menyatakan bahwa PPJB baru dapat dibuat apabila telah dipenuhi persyaratan kepastian atas: a. status kepemilikan tanah; b. kepemilikan IMB; c. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; d. keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen); dan e. hal yang diperjanjikan. Kemudian, Akta Jual Beli baru dapat dibuat setelah pembangunan rumah susun selesai. Adanya kasus cidera janji dari pihak kontraktor yang mengakibatkan terlambatnya penyelesaian pembangunan rumah susun, mengakibatkan Akta Jual Beli tidak dapat dibuat. Artinya proses peralihan hak menjadi tertunda. Sebagaimana telah diuraikan di atas, konsumen hanya memiliki hubungan hukum dengan pihak developer saja. Dalam hal terjadi cidera janji dari pihak kontraktor, konsumen hanya dapat menuntut pemenuhan haknya terhadap developer.
Dalam Pasal 42 ayat (2) huruf e, dinyatakan bahwa developer dapat melakukan pemasaran walaupun secara fisik, rumah susun tersebut belum dibangun, jika disertai jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga penjamin. Keberadaan jaminan yang dalam prakteknya dikenal dengan Bank Garansi, secara normatif merupakan hal yang wajib. Pembentuk undang-undang telah berupaya mengantisipasi terjadinya risiko yang muncul dalam proses pembangunan yang berpotensi pada terjadinya keterlambatan penyelesaian dan sebagainya. Pembentuk undangundang telah merancang aturan yang bertujuan untuk melindungi konsumen.
Sebagaimana kita ketahui bahwaperbankan di Indonesia diarahkan untuk menjadi agen pembangunan (agent of development). Bank berperan antara lain untuk:
- "meningkatkan pemerataan kesejahteraan rakyat banyak, bukan kesejahteraan segolongan orang atau perseorangan saja; melainkan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia tanpa kecuali;
- meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, bukan pertumbuhan ekonomi segologan orang atau perseorangan, melainkan pertumbuhan ekonomi seluruh rakyat Indonesia, termasuk pertumbuhan ekonomi yang diserasikan;
- meningkatkan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis;
- meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat banyak, artinya tujuan yang hendak dicapai oleh perbankan nasional adalah meningkatkan pemerataan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat Indonesia, bukan segolongan orang atau perseorangan saja.